JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa hingga tanggal 9 Mei 2025, sebanyak 11.114 penyelenggara negara belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Kondisi ini disebut dapat menjadi dasar untuk pemberian penghargaan maupun sanksi terhadap para pejabat yang bersangkutan.
“LHKPN bisa menjadi salah satu basis pemberian reward atau punishment,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (13/5/2025).
Budi menegaskan bahwa LHKPN berfungsi sebagai alat evaluasi yang penting dalam lembaga pemerintahan. Oleh karena itu, setiap pejabat negara diwajibkan melaporkan harta kekayaannya, sebagaimana telah diatur dalam peraturan yang berlaku, demi kelangsungan karier mereka.
“Misalnya untuk promosi atau mutasi jabatan. Sehingga setiap wajib lapor terdorong untuk patuh dalam menyampaikan LHKPN,” lanjutnya.
Menurut Budi, hingga saat ini KPK terus memantau kepatuhan para pejabat dalam pengisian laporan kekayaannya. Bila ditemukan adanya pengisian yang tidak akurat atau asal-asalan, maka klarifikasi akan dilakukan.
“KPK tentu memanfaatkan berbagai sumber data untuk melakukan pengecekan terhadap kelengkapan pengisian LHKPN,” kata Budi.
Lebih lanjut, KPK juga mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam memantau kepatuhan para pejabat di wilayahnya terkait pelaporan LHKPN. Apabila masyarakat menemukan adanya indikasi aset yang tidak dilaporkan, maka diimbau untuk melaporkannya kepada KPK.
“Dengan menyampaikan informasi kepada KPK jika mengetahui adanya dugaan ketidakbenaran pelaporan LHKPN seorang penyelenggara negara,” ujar Budi.
Berdasarkan data terakhir yang dihimpun, KPK mencatat sebanyak 404.761 penyelenggara negara telah melaporkan hartanya melalui LHKPN. Jumlah ini berasal dari total 415.875 wajib lapor, sehingga masih terdapat 11.114 pejabat yang belum memenuhi kewajibannya.
Berikut rincian data LHKPN per 9 Mei 2025 menurut Rekap Nasional:
Eksekutif: Dari 332.353 wajib lapor, sebanyak 324.358 sudah melapor dan 7.995 belum melapor. Persentase pelaporan mencapai 97,59 persen, dengan 287.325 laporan dinyatakan lengkap, dan 37.033 belum lengkap. Tingkat kepatuhan tercatat 86,45 persen.
Legislatif: Dari 20.752 wajib lapor, sebanyak 18.254 sudah melapor, sementara 2.498 belum. Persentase pelaporan 87,96 persen, dengan laporan lengkap sebanyak 17.548 dan belum lengkap 704. Tingkat kepatuhan berada di angka 84,56 persen.
Yudikatif: Dari 17.931 wajib lapor, 17.930 telah melapor dan hanya 1 yang belum. Persentase pelaporan mencapai 99,99 persen. Dari total tersebut, laporan lengkap berjumlah 17.464 dan 468 belum lengkap, dengan tingkat kepatuhan sebesar 97,40 persen.(MK/SB)