BANGLI – Desa adat di Bangli menjadi yang terdepan dalam pengelolaan sampah berbasis sumber di Bali. Hingga akhir Mei 2025, sebanyak 170 desa adat di Kabupaten Bangli telah melakukan registrasi perarem (aturan adat) pengelolaan sampah ke Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali.
Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Bangli, Ir. Ketut Kayana, mengatakan bahwa proses registrasi tersebut menjadikan Bangli sebagai kabupaten yang lebih awal dibandingkan daerah lain di Bali. Dengan telah teregistrasinya perarem, aturan adat tersebut mulai berlaku, meskipun saat ini masih dalam tahap sosialisasi.
“Kami memang dalam periode awal daripada kabupaten/kota lainnya. Karena sudah registrasi, perarem otomatis berlaku. Namun, masih berproses. Juni ini, sosialisasi dahulu. Kami kasi krama (warga) yang ngatur gimana pemberlakuannya,” ujar Kayana saat ditemui detikBali, Kamis (12/6/2025).
Kayana menjelaskan, kehadiran perarem bukan hanya sebagai tindak lanjut atas arahan Gubernur Bali Wayan Koster, tetapi juga karena desakan urgensi persoalan sampah. Ia mengaku resah ketika Bali dinobatkan sebagai destinasi yang tidak layak dikunjungi tahun 2025 oleh Fodor’s akibat masalah sampah.
“Biasanya buat perarem itu butuh waktu 6 bulan, ini selesai dalam sebulan. MDA Bangli bantu percepat dengan verifikasi di sini dan kami yang bawa ke Dinas PMA Bali. Tidak usah satu-satu krama (warga) ke sana,” imbuhnya
Perarem yang disusun mengandung aturan dan larangan beragam dalam penanganan sampah. Di antaranya adalah rencana pembangunan teba modern dan TPS3R, kolaborasi dengan bank sampah, kewajiban membawa pulang lungsuran canang setelah persembahyangan di Pura, serta gotong royong rutin.
Selain itu, perarem juga memuat larangan penggunaan plastik sekali pakai ke Pura dan larangan membakar sampah.
Tiga Jenis Sanksi Adat Diterapkan
Sanksi atas pelanggaran perarem terbagi dalam tiga jenis, yakni Arta Danda, Jiwa Danda, dan Sangaskara Danda.
- Arta Danda berupa sanksi materi, seperti kewajiban membayar beras minimal 10 kg dan maksimal 100 kg.
- Jiwa Danda ditujukan untuk menimbulkan rasa malu, misalnya dengan meminta maaf saat paruman (rapat desa) atau melakukan bersih-bersih di lingkungan desa adat.
- Sangaskara Danda bersifat spiritual, untuk memulihkan keseimbangan magis desa dengan menghaturkan guru piduka (sesajen penyucian).
“Sanksi tersebut tidak langsung diterima. Pasti diberi peringatan-peringatan dulu. Namun, kalau berulang kesalahannya, ya dikenakan sanksi-sanksi yang ada,” kata Kayana.
Kayana menegaskan bahwa MDA Bangli tidak mencampuri isi perarem setiap desa adat. Pihaknya hanya memberikan pedoman umum pada awal Mei. Warga diberi kebebasan berinovasi dan mengadaptasi model pengelolaan yang dianggap sesuai.
“Tiang (saya) berikan kebebasan berinovasi atau ambil yang sudah ada dan dirasa bagus. Cuma tiang minta jiwa danda-nya sewajarnya. Jangan sampai karena masalah sampah ada yang kasepekang atau kanorayang,” tutupnya. (DTB/SB)