DENPASAR – Indonesia menjadi tuan rumah dan ketua perundingan the 4th ASLOM Working Group Meeting on the ASEAN Extradition Treaty (the 4th ASLOM WG on AET) yang berlangsung pada tanggal 13-15 Maret 2023 di The Trans Resort Seminyak, Bali.
Terbentuknya Perjanjian Ekstradisi ASEAN dipandang sangat penting. Hal ini menunjukkan komitmen kuat negara-negara ASEAN untuk bersama masyarakat internasional menanggulangi dan memberantas kejahatan lintas negara.
Tujuan pertemuan Working Group Meeting adalah untuk membahas dan menegosiasikan Perjanjian Ekstradisi ASEAN yang akan memperkokoh kerja sama penegakan hukum negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas kejahatan terutama kejahatan lintas negara. Pemberantasan kejahatan lintas negara sangat penting dalam mendukung terwujudnya kawasan ASEAN yang aman, stabil, dan sejahtera.
Selain itu, merefleksikan komitmen kuat negara-negara anggota ASEAN agar negaranya tidak menjadi safe havens bagi pelaku kejahatan yang berupaya menghindar dari proses hukum di negaranya.
Negosiasi Perjanjian Ekstradisi ASEAN yang dilaksanakan di Bali ini juga menunjukkan peran aktif kepemimpinan Indonesia di ASEAN, terlebih tahun ini Indonesia menjadi Ketua ASEAN yang mengusung tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth.
Pembentukan Working Group ASLOM on ASEAN Extradition Treaty merupakan mandat dari pertemuan tingkat Menteri di bidang Hukum ASEAN (ASEAN Law Ministers’ Meeting/ ALAWMM) kepada ASLOM.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh seluruh negara anggota ASEAN secara langsung, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU).
Kemenkumham sebagai ASLOM Leader Indonesia, Cahyo R. Muzhar, yang memimpin pertemuan negosiasi, menyampaikan negosiasi perjanjian ekstradisi pada pertemuan tersebut diharapkan dapat menyelesaikan pembahasan first reading pasal-pasal perjanjian.
Komitmen tersebut juga telah dituangkan oleh para pemimpin negara anggota ASEAN dalam Deklarasi ASEAN Concord yang juga diselenggarakan di Bali, Indonesia pada tahun 1976 silam.
“Dengan demikian, diharapkan ASEAN selangkah lebih maju dalam mendukung upaya kawasan untuk memiliki perjanjian ekstradisi yang mengikat seluruh negara anggota ASEAN. Bersyukur bahwa dalam pertemuan WG on AET ini kita telah berhasil menyelesaikan first reading. Hal ini menjadi modal penting untuk dapat menyelesaikan AET sesuai target yang ditetapkan,” ujar Cahyo.
Lebih lanjut, Cahyo R. Muzhar menambahkan bahwa kedepannya AET akan berperan penting untuk mendukung kerja sama penegakan hukum dalam menangani dan memerangi transnational organized crimes secara komprehensif dan berkontribusi dalam mewujudkan kawasan ASEAN yang tertib, aman, dan makmur.
Pembahasan first reading telah berhasil menyelesaikan ketentuan yang diatur dalam pasal demi pasal AET.
Di antaranya, ketentuan mengenai kewajiban untuk melakukan ekstradisi, dasar pemberlakuan ekstradisi, jenis kejahatan yang dapat diekstradisi, persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan ekstradisi, dasar pemenuhan dan penolakan ekstradisi, asas-asas ekstradisi seperti pemenuhan dual criminality, pengaturan mengenai ekstradisi warga negara, aturan spesialisasi dan re-extradition
serta pengaturan teknis dan ketentuan akhir (final clauses).
Kemudian dicantumkan pada pasal 14-26 mengenai keputusan dan pengaturan penyerahan ekstradisi, prosedur ekstradisi yang disederhanakan, penundaan penyerahan, penyerahan properti yang disita dari orang yang diminta, pembiayaan, penyelesaian sengketa, amandemen, pengaturan terkait ratifikasi, serta entry into force.
Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari the 1st SOM-MLAT pada tahun 2021 yang sepakat untuk mempermudah implementasi ASEAN MLAT bagi negara-negara anggotanya melalui penyusunan draft template MLA.
Draft template tersebut diharapkan dapat segera diselesaikan pada tahun 2023 guna meningkatkan kerja sama negara-negara anggota ASEAN di bidang bantuan timbal balik dalam masalah pidana.
Dalam pertemuan tersebut, hadir Delegasi Indonesia yang beranggotakan perwakilan dari Kemenkopolhukam, Kementerian Luar Negeri, Kejaksaan Agung, Polri, KPK, dan PPATK. (rls)