JEMBRANA – Kasus terkait perempuan dan anak di Kabupaten Jembrana, Bali, meningkat drastis dalam tiga tahun terakhir. Yakni dari empat kasus pada 2021, menjadi 16 kasus pada 2022. Saat ini, Januari-April 2023 sebanyak lima kasus.
Secara total, 25 kasus terkait perempuan dan anak dalam tiga tahun terakhir ini. Kasus itu terdiri dari kekerasan anak, kekerasan seksual, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), termasuk juga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kasi Tindak Pidana Umum (Pidum) Kejari Jembrana Delfi Trimariono mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Karenanya, dia menekankan pentingnya upaya preventif untuk mengatasi masalah ini.
Salah satunya dengan memberi penyuluhan dan penerangan hukum kepada masyarakat, termasuk menyediakan layanan pengaduan atau pelaporan khusus terkait unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA).
Kemudian, Delfi menegaskan pentingnya penyediaan rumah aman bagi korban perempuan dan anak, mengingat selama ini banyak korban takut melapor dengan alasan, antara lain takut terbongkar aib keluarga, terancam, dan intimidasi.
“Namun, di sisi lain, Kabupaten Jembrana hingga kini belum memiliki rumah aman,” ungkap Delfi, Rabu (12/4/2023).
Kepala UPTD PPA Jembrana Ida Ayu Sri Utami Dewi menyebut sedang menyusun layanan pengaduan atau pelaporan khusus terkait kasus perempuan dan anak. “Dari kami, di UPTD sudah mengajukan kajian ke dinas terkait untuk ditindaklanjuti membuat rumah aman,” terang Dewi.
Apabila disetujui, lanjut Dewi, rumah aman di Jembrana diharapkan menjadi satu atap dengan kantor UPTD PPA Jembrana, agar pengawasan dan pemantauan terhadap penghuni bisa lebih maksimal.
“Semoga upaya-upaya preventif yang dilakukan dapat menekan angka kasus terkait perempuan dan anak di Jembrana,” tandas Dewi. (BIR/efr/dtc)