BADUNG – Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia John Wempi Wetipo menyebutkan komitmen penyelenggara pemerintah daerah belum optimal dalam mencapai sambungan air rumah sehingga tidak sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Hal itu disampaikan Wempi dalam workshop bertema ‘Dukungan Eksekutif dan Legislatif dalam Pengembangan Program Air Minum di Perkotaan (NUWSP)’ di Seminyak, Kecamatan Kuta, Badung, Bali, Kamis.
Wempi mengatakan berdasarkan data RKPP tahun 2023 yang disampaikan melalui Sistem Informasi Pemerintah Daerah atau SIPD, total target penambahan sambungan rumah di seluruh daerah di Indonesia sebesar 1.133.936 sambungan rumah. Sementara itu. akumulasi target daerah masih di bawah target nasional yang tahun 2023 yang menargetkan penambahan 2,5 juta sambungan rumah.
Artinya, kata dia, ada kesenjangan yang cukup besar antara target nasional dengan target yang disusun daerah dalam RKPD 2023.
“Kesenjangan antara target nasional dan target daerah di tahun 2023 dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterbatasan anggaran daerah yang membuat pemerintah daerah tidak bisa meningkatkan kinerja penambahan sambungan rumah, yang kedua komitmen penyelenggara pemerintah daerah masih belum optimal terkait prioritas program dan kegiatan air minum dalam dokumen perencanaan dan penganggaran,” kata Wempi di hadapan sejumlah Bupati dan Wali Kota serta, perwakilan Bank Dunia.
Wamendagri mengatakan peningkatan akses dan kualitas layanan air minum saat ini menjadi konsen semua pihak baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Di tingkat pemerintah pusat, air minum menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional lima tahunan yang akan berakhir di tahun 2024.
Dalam RPJM 2020-2024 ditargetkan bahwa di tahun 2024 akan ada penambahan 10 juta sambungan air rumah. Untuk mencapai 10 juta sambungan air pipa rumah pada tahun 2024 itu dibutuhkan dukungan dari pemerintah daerah.
“Jadi, pemerintah pusat tidak akan bisa bekerja sendiri tanpa ada dukungan dari Pemerintah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia,” katanya dalam forum yang juga dihadiri oleh Gubernur Bali Wayan Koster.
Wamendagri menjelaskan akses air minum merupakan bagian dari Sustainable Development Goals sebagai bentuk komitmen internasional Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan, dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan sumber daya bagi generasi yang akan datang.
Dalam Sustainable Development tahun 2030, kata dia, Indonesia ditargetkan untuk memiliki 100% akses air minum yang layak. Jika dilihat sampai Tahun 2022, BPS mencatat bahwa akses air minum layak Indonesia sebesar 91,5 persen.
Menurut Wempi pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih perlu bekerja keras untuk memberikan akses air minum yang layak bagi 8,95 persen penduduk di Indonesia.
Wempi mengatakan jika dilihat dari tren beberapa tahun belakangan, pertumbuhan capaian akses air minum dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2022 rata-rata pertumbuhan selama 4 tahun terakhir sebesar 0,59 persen.
“Dengan pola ini jika tidak dilakukan percepatan, maka diperkirakan Indonesia hanya mampu mencapai 95,20 persen akses air minum layak kasus air minum tahun 2030. Artinya di sini kesenjangan 4,8% dari target akses air minum layak di tahun 2030,” kata dia.
Saat ini, kata dia, Indonesia menghadapi resiko tidak tercapainya target 10 juta sambungan rumah dalam RPJMN 2020-2024 dan tidak tercapainya target air minum di tahun 2030.
“Kedua kondisi ini perlu kita antisipasi sejak awal, dilihat dari struktur kegiatan daerah atau RKPD tahun 2023 fokus kegiatan daerah lebih banyak pada pembangunan SPAM jaringan perpipaan yang lebih terfokus pada kawasan pedesaan. Di RKPD 2023, terdapat sebanyak 337 daerah yang merencanakan kegiatan dimaksud,” kata Wamendagri Wempi Wetipo. (and/sb)