BADUNG – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Republik Indonesia Sandiaga Salahuddin Uno, berharap Peta Jalan Dekarbonisasi dari United Nations Development Programme (UNDP), menjadi panduan berbagai pemangku kepentingan industri pariwisata di Indonesia, dalam memformulasikan solusi dan program-program yang sesuai sekaligus memberikan preferensi tindakan dalam mencapai net zero emission.
“Mari kita mulai lakukan aksi rendah karbon demi bumi yang lebih baik,” ajak Menparekraf Sandiaga, usai menerima Dokumen peta jalan dekarbonisasi oleh Kepala Perwakilan UNDP Indonesia Norimasa Shimomura, saat agenda Pertemuan ke-5 Tingkat Menteri AIS Forum 2023, di Bali Nusa Dua Conference Center 1, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (10/10/2023).
Dia menjelaskan, peta Jalan Dekarbonisasi (Decarbonization Roadmap) dari United Nations Development Programme (UNDP) sebagai dokumen yang akan menjadi acuan bersama dalam menyusun rencana strategis dalam menjalankan aksi iklim di sektor pariwisata yang lebih ramah lingkungan, rendah emisi, dan mencapai net zero emission.
“Tujuan dari pengembangan peta jalan ini adalah untuk menyusun rencana strategis yang merinci tujuan dan kegiatan yang dapat dijalankan guna mencapai sektor pariwisata yang rendah karbon, terutama dalam upaya efisiensi penggunaan sumber daya dan menekan jumlah limbah yang dihasilkan dari industri pariwisata,” kata Menparekraf Sandiaga.
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi tanah air. Tahun 2022 tercatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 5,89 juta orang dengan nilai devisa pariwisata mencapai US$6,72 miliar. Meningkat dari capaian di tahun 2021 sebesar US$530,74 juta.
Begitu juga dengan pergerakan wisatawan nusantara di mana pada tahun lalu jumlah pergerakan wisnus menyentuh angka 734,86 juta perjalanan atau meningkat 19,82 persen (YoY) dan 1,76 persen lebih tinggi dibanding kondisi prapandemi COVID-19 atau pada tahun 2019.
Angka-angka positif ini juga sejalan dengan pencapaian lainnya di sektor parekraf. Yakni indeks pembangunan pariwisata Indonesia naik 12 peringkat ke posisi 32 dunia. Mengungguli Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Namun, di sisi lain, pariwisata Indonesia menghadapi tantangan besar di masa depan. Selain kondisi volatility, uncertainty, complexity, ambiguity (VUCA) yang diakibatkan kondisi politik global, tantangan perubahan iklim adalah kondisi yang harus diwaspadai. Terdapat tiga permasalahan utama dalam tantangan iklim atau juga yang disebut triple planetary crisis. Yakni perubahan iklim, polusi, dan tantangan keanekaragaman hayati.
“Oleh karena itu, diperlukan tindakan konkret dalam mengatasi triple planetary crisis untuk menjaga keberlanjutan sektor pariwisata di Indonesia,” ujar Sandiaga.
Menparekraf mengatakan lingkup peta jalan ini berfokus pada tiga subsektor utama pariwisata. Yakni akomodasi (hotel berbintang), atraksi wisata, serta tour and travel. Pemilihan tiga subsektor tersebut berdasarkan identifikasi bahwa ketiganya merupakan penghasil emisi terbesar di sektor pariwisata.
Subsektor akomodasi menjadi salah satu industri yang menghasilkan emisi cukup signifikan karena hotel-hotel terutama hotel bintang banyak menggunakan energi untuk kegiatan operasional terutama yang berkaitan dengan heating, ventilation, air conditioning (HVAC).
Pada subsektor akomodasi emisi berpotensi berasal dari penggunaan listrik, gas, dan bahan bakar, serta sampah dan limbah yang dihasilkan. Selain itu juga akomodasi hotel bintang menghasilkan limbah cukup signifikan yang berasal dari limbah padat termasuk makanan (food waste) dan limbah cair.
Selanjutnya subsektor tour and travel juga menghasilkan emisi yang banyak bersumber dari penggunaan kendaraan penumpang seperti bus.
Subsektor atraksi wisata terutama atraksi buatan yang mendapatkan kunjungan wisatawan yang besar setiap harinya juga menjadi salah satu penghasil emisi pada industri pariwisata dikarenakan tujuan utama para wisatawan berlibur salah satunya untuk mengunjungi atraksi wisata yang ada di suatu wilayah.
Penggunaan energi di lokasi atraksi wisata tidak dapat dihindari dan pasti akan menghasilkan emisi baik itu dari energi maupun sampah yang dihasilkan. “Oleh karena itu ketiga subsektor utama dari pariwisata ini harus segera mengambil langkah mitigasi dengan menggunakan energi terbarukan dan penanganan sampah dan limbah yang baik,” ujar Sandiaga.(WIR)