BANGLI – Menjadi seorang guru atau pengajar tentunya bukan suatu pekerjaan yang sederhana. Apalagi dengan adanya perubahan kurikulum, yang menuntut para guru untuk lebih kreatif dalam proses belajar mengajar di dalam kelas.
Namun dengan adanya Kurikulum Merdeka ini, justru membuat I Nengah Asrama Juta Ningrat semakin mudah dalam menjalankan tugasnya sehari-hari sebagai Guru Pendidikan Agama di SMPN 1 Bangli, Bali.
Juta–sapaan akrabnya, dalam Kurikulum Merdeka disediakan sebuah Platform Merdeka Mengajar untuk mempermudah guru mengajar sesuai kemampuan murid, menyediakan pelatihan untuk tingkatkan kompetensi, serta berkarya untuk menginspirasi rekan sejawat.
“Program Merdeka Mengajar ini sangat esensial di era digital sekarang ini. Seiring dengan perkembangan zaman. Karena dengan kita bisa memberikan keleluasaan kepada siswa dalam mengembangkan potensinya, bakatnya dan juga kemampuan lainnya,” terang Juta saat ditemui Media Kaltim di SMPN 1 Bangli, Senin (4/12/2023).
Sebelum adanya Merdek Belajar, guru dituntut  mengajar sesuai dengan target-target formatif tanpa memperhatikan keinginan siswa, bakat dan sebagainya.
“Artinya, kita mengajar di depan itu swakan-akan hanya biar dilihat pintar oleh siswa. Tanpa pernah kita melihat apa yanb dibutuhkan oleh siswa. Maka itu dengan adanya Merdeka Belajar ini bisa memberikan kemerdekaan belajar kepada siswa,” katanya.
Pemanfaatan Platform Merdeka Belajar ini, lanjut Juta, dijadikan sebagai sahabat belajar para guru sekaligus memberikan inspirasi kepada guru-guru yang lain di seluruh Indonesia. Bahkan, perubahan yang dirasakan pun jauh berbeda. Dengan beragam fitur yang tersedia di platform tersebut juga dapat berbagi praktik baik dalam komunitas belajar.
“Kebetulan saya juga sebagai tim penyusun Kurikulum Merdeka juga, dalam hal ini penyusun capaian pembelajaran sehingga komunitas-komunitas juga menunggu informasi dari kita baik secara daring ataupun luring. Baik di NTT, Jogjakarta, Surabaya dan daerah lainnya. Kalau kita mengadakan daring, peserta juga sampai 200-300 peserta. Nah, di sana terlihat teman – teman tertarik dengan beberapa hal. Misalnya, penyusunan perangkat pembelajaran. Karena yang dianggap sulit oleh teman-teman sekarang ini adalah perangkat pembelajaran atau perangkat ajar. Perencanaan pembelajaran dan juga analisis hasil pembelajaran dan lainnya. Ini penting sekali bagi mereka. Bahkan untuk 2024 juga sudah banyak yang menyurati kita untuk bisa membantu,” bebernya.
Diakui, hingga saat ini memang masih banyak guru yang terkendala dengan perangkat ajar. Pasalnya, di awal implementasi Kurikulum Merdeka para guru ini belum mampu mengoptimalkan platform Merdeka Mengajar. Namun setelah diberikan pendampingan hasilnya dikatakan sangat luar biasa.
Adapun terkait konsep pembelajaran, guru lulusan program Guru Penggerak Angkatan 3 ini menerapkan kearifan lokal dalam setiap proses pembelajaran di dalam kelas. Salah satunya, strategi pembelajaran “Sulap” atau Susun Ulang Laporan.
Para siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan awal, apakah masuk kategori baru berkembang, berkembang, cakap atau mahir. Setelah itu, siswa juga diberi kesempatan untuk merencanakan pembelajarannya juga.
“Apa yang mereka inginkan dalam proses pembelajaran ke depan. Siswa dalam sharing juga banyak menyampaikan inisiatif-inisiatifnya untuk belajar di kelas,” katanya.
Setelah itu di akhir pembelajaran, para siswa diminta untuk melakukan relaksasi atau Kompetensi Sosial Emosional (KSE). “Biasanya kita kalau di Bali istilahnya meditasi. Jadi kita melihatnya bagaimana para siswa berproses, dan hasil akhirnya ini. Siswa bisa menyusun dan merangkai hasil pembelajaran dengan berupa laporan,” imbuhnya.
Lantas bagaimana dengan indikator penentuan keberhasilan siswa dalam penerapan metode pembelajaran seperti ini ? Juta menjawab, sejak awal pihaknya sudah merancang sebuah pembelajaran yang dikenal dengan pencapaian pembelajaran. Di sana para guru menjadikan pencapaian pembelajaran menjadi tujuan pembelajaran yang disederhanakan yang diturunkan lagi ke dalam Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP).
“Inilah yang menjadi tolok ukur indikatornya.
Itu juga kita pakai sebagai bahan evaluasi apakah yang tadinya siswa kategori berkembang ini sudah ada kemajuan atau yang belum berkembang juga sudah menunjukkan kemajuan atau belum. Bahkan kalau ada siswa yang cakap dan mahir kita gunakan sebagai teman belajar dengan istilah pembelajar sejawat. Dia bantu temannya. Jadi guru itu bukan selalu pengajar, tapi juga teman belajar siswa,” pungkasnya. (nca)