Senin, November 25, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Polda Bali Limpahkan Tersangka dan Barang Bukti Kasus Arisan Online ILK ke Kejari Denpasar

DENPASAR – Penyidik Polda Bali, melakukan pelimpahan tahap dua (tersangka dan barang bukti) terhadap tersangka Ira Yunita, dalam dugaan kasus tindak pidana penggelapan atau penipuan arisan online ke Kejari Denpasar, Senin (18/4/2022).

Hal itu dibenarkan, Kasi Intel Kejari Denpasar, Putu Eka Suyantha. Ia menyatakan bahwa Kejari Denpasar telah menerima penyerahan tersangka dan barang bukti tersangka yang juga selaku distributor pancake durian dan owner arisan online ILK oleh penyidik Polda Bali.

“Tersangka diduga melakukan tindak pidana penggelapan atau penipuan dengan 2 pelapor berbeda,” ujar Eka.

Ia menerangkan, kasus ini bermula terjadi tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP yang terjadi dariAgustus 2019 sampai dengan bulan Februari 2020 bertempat di rumah tersangka yang beralamat di Tukad Balian Perum Nuansa Tukad Ballan Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.

Dengan kronologis berawal sekitar bulan Agustus 2020, pelapor pertama diberitahu oleh saksi (ipar dari pelapor) bahwa yang bersangkutan ikut arisan online milik tersangka Ira.

Namun, pelapor tidak tertarik karena belum kenal dengan tersangka, keesokan harinya kembali saksi (ipar dari pelapor) memberitahu pelapor kalau banyak orang tua siswa SD Petra Berkat, yang ikut arisan tersebut. Setelah pelapor mengonfirmasi kepada saksi lainnya, akhirnya pelapor mau ikut join arisan tersebut.

Lebih lanjut dijelaskan Kasi Intel bahwa kemudian pada 19 Agustus 2020 pelapor dihubungi oleh tersangka dan pelapor mengatakan mau ikut satu kloter. Dan telah menerima penarikan dari kloter tersebut.

“Singkat cerita, pada 7 Oktober 2020, pelapor secara resmi menjadi member diarisan online ILK milik tersangka dengan menandatangani surat perjanjian arisan. Dan telah mengikuti 27 kloter dengan menyerahkan total modal sebesar Rp 216.425.000,” ujarnya.

Kemudian pada Desember 2019, mulai ada masalah dimana uang penarikan milik pelapor yang seharusnya jatuh tempo pada bulan Desember 2019 tersebut tidak bisa dicairkan dengan alasan perbaikan sistem.

“Selanjutnya, pada 21 Januari 2020, tersangka membuat surat pernyataan yang isinya tersangka siap menanggung segala pengembalian balik modal member yang masih tertunda dan meminta waktu 1 bulan sampai batas t29 Februari 2020,” ujarnya.

Kemudian pada tanggal 20, 23 dan 24 Januari 2020, tersangka telah menyicil pembayaran modal milik pelapor sebesar Rp 21.500.000, sehingga sisa modal yang belum terbayarkan sebesar Rp 193.925.000.

Namun sampai saat ini, tersangka belum juga mengembalikan sisa uang balik modal milik pelapor, dengan alasan uang milik pelapor digunakan oleh tersangka untuk membayar bon member atas yang memiliki bon di kloter lainnya dan tidak dipergunakan untuk perputaran arisan pada 27 kloter tersebut.

“Padahal menurut member, atas yang diduga memiliki bon menerangkan bahwa, tersangka sendirilah yang membuat dan mengatur bon tersebut. Dengan menempatkan member bon ini di urutan nomor penarikan atas dan dijanjikan akan mendapat penarikan pada kloter-kloter yang diatur tersangka tersebut, untuk modal usaha,” kata Eka.

Namun faktanya tersangka tidak memberikan uang penarikan tersebut, malah dijadikan sebagai bon oleh tersangka.

Sehingga uang yang disetorkan oleh member bawah pada 27 kloter digunakan oleh tersangka sendiri, untuk kepentingan pribadi. Karena tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran bon tersebut.

Kasus kedua yang dilakukan tersangka berupa tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, yang terjadi dari Kweani, di Jalan Tukad Balian Perum Nuansa Tukad Balian Sidakarya, Kota Denpasar.

Kasus ini berawal November 2019, pelapor kedua mendapatkan informasi bahwa ada arisan online milik lumayan dan sejauh ini aman via pesan whatsapp.

Kemudian, pada 11 November 2020 pelapor menghubungi tersangka via pesan whatsapp dengan mengatakan “ikut kloter gunung no 8,5 seat”.

Kemudian diproses oleh tersangka dengan terlebih dahulu memasukkan pelapor menjadi member, dengan cara meminta pelapor membuat surat perjanjian arisan yang formatnya dikirimkan oleh tersangka. Dimana isinya mengatur tentang hak dan kewajiban member dan owner arisan.

Selanjutkan diretik ulang oleh pelapor kemudian pada tanggal 13 November 2020 telah menjadi member di arisan online ILK, dan telah mengikuti sebanyak kurang lebih 19 kloter arisan dengan menyeratkan total modal sebesar Rp 205.845.000. Kemudian, pada 19 Januari 2020, pelapor meminta uang penarikan salah satu kloter yang telah jatuh tempo penarikan.

“Namun tersangka menjawab sabar saya baru bangun dari pingsan dan uang penarikan tidak diberikan dan begitu juga terhadap kloter-kloter lainnya yang sudah jatuh tempo penarikan pelapor tidak mendapatkan haknya,” katanya.

Kemudian pada  21 Januari 2020, tersangka membuat surat pernyataan yang isinya siap menanggung segala pengembalian balik modal member yang masih tertunda dan meminta waktu 1 bulan sampai batas tanggal 29 Februari 2020. Namun, sampai saat ini tersangka belum juga mengembalikan uang balik modal milik pelapor.

“Sampai saat ini, tersangka belum juga mengembalikan sisa uang balik modal milik pelapor tersebut. dengan alasan uang milik pelapor digunakan oleh tersangka untuk membayar bon member atas yang memiliki bon di kloter lainnya dan tidak dipergunakan untuk perputaran arisan pada 19 kloter tersebut,” katanya.

Padahal, menurut member atas yang diduga memiliki bon menerangkan bahwa, tersangka sendinilah yang membuat dan mengatur bon tersebut. Dengan menempatkan member bon ini diurutan nomor penarikan atas dan dijanjikan akan mendapat penarikan pada kloter-kloter yang diatur oleh tersangka tersebut untuk modal usaha.

Namun, faktanya tersangka tidak memberikan uang penarikan tersebut malah dijadikan sebagai bon oleh tersangka, sehingga uang yang disetorkan oleh member bawah pada 19 kloter digunakan oleh tersangka sendin, untuk kepentingan pribadi.

“Karena tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran bon tersebut, sehingga terhadap permasalahan ini pelapor mengalami kerugian sebesar Rp 205.845.000,” ucapnya.

Terdakwa didakwa melanggar pasal 372 KUHP atau 378 KUHP. Terhadap terdakwa Ira Yuanita Kweani dilakukan penahanan di Rutan Polda Bali berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar tertanggal 18 April 2022. (WIR)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER