JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) menegaskan bahwa impor kurma terbesar Indonesia berasal dari Tunisia dan tidak ada yang datang dari Israel.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, Indonesia tidak melakukan impor kurma dari Israel.
“Tidak ada impor kurma yang berasal dari Israel, karena dari data BPS menunjukkan impor kurma terbesar kita dari Tunisia, Mesir, Iran dan Arab Saudi,” kata Amalia di Jakarta, Jumat.
Sepanjang Januari-Februari 2024, Indonesia melakukan impor kurma dari Tunisia mencapai 29,66 persen. Disusul kemudian oleh Mesir 28,35 persen, Iran 9,3 persen, Arab Saudi 8,61 persen dan lainnya 24,07 persen.
Amalia menyebut, menjelang Ramadan terjadi kenaikan impor pada komoditas kurma baik secara nilai maupun volume.
Nilai impor kurma pada Februari 2024 tercatat 17,81 juta dolar AS atau naik 25,77 persen dibanding bulan sebelumnya, yang sebesar 13,66 juta dolar AS.
Secara volume, impor kurma tercatat 11,24 ribu ton atau naik 51,28 persen dibanding Januari 2024 yang tercatat 7,43 ribu ton. Menurut Amalia, impor Februari 2024 masih lebih rendah dibanding dengan bulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 12,79 ribu ton.
“Memang dibanding tahun sebelumnya, impor kurma ini masih relatif lebih rendah,” ucapnya.
Sementara itu, BPS menyebut bahwa impor pada Februari 2024 mencapai 18,44 miliar dolar AS, mengalami penurunan 0,29 persen secara bulanan namun mengalami peningkatan 15,84 persen secara tahunan.
Penurunan nilai impor secara bulanan terjadi pada kelompok bahan baku/penolong. Sementara itu, peningkatan impor secara tahunan disumbang oleh kelompok barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal.
Selanjutnya, nilai ekspor Indonesia mencapai 19,31 miliar, dolar AS, mengalami penurunan 5,79 persen secara bulanan dan 9,45 persen secara tahunan. Penurunan nilai ekspor secara bulanan dan tahunan utamanya disumbang oleh penurunan nilai ekspor sektor industri pengolahan.
Indonesia pun kembali mengalami surplus neraca perdagangan sebesar 0,87 miliar dolar AS. Surplus ini memperpanjang catatan surplus beruntun menjadi 46 bulan secara berturut-turut, walaupun surplus tersebut lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu. (*/ant/sb)