JAKARTA — Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim, bersama kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea, memberikan klarifikasi terhadap beberapa isu yang berkembang terkait kasus dugaan penyimpangan pengadaan perangkat TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) untuk sekolah.
Salah satu isu yang disorot adalah ketidakhadiran tiga staf khusus Nadiem yang telah beberapa kali dipanggil Kejaksaan Agung namun tidak hadir. Menanggapi hal ini, Hotman Paris mengatakan bahwa staf khusus tersebut tidak memiliki kaitan langsung dengan Nadiem.
“Sepanjang menyangkut staf khusus, itu tidak ada kaitannya langsung dengan Pak Nadiem dan tidak ada komunikasi,” tegas Hotman Paris, saat menjawab pertanyaan wartawan di The Darmawangsa, Jakarta, pada (10/6/2025).
Selain itu, pertanyaan juga diarahkan mengenai alasan pengadaan perangkat menggunakan sistem operasi Chromebook dan bukan Windows. Hotman menjelaskan bahwa proyek pengadaan di masa Nadiem tidak ditujukan untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), melainkan untuk sekolah-sekolah di daerah yang telah memiliki koneksi internet memadai.
“Sebelum periode beliau sebagai menteri, memang pernah ada penelitian khusus untuk 3T, daerah tertinggal yang tidak ada internetnya. Tapi proyek daripada beliau ini, apalagi waktu itu masa pandemi, khusus memang untuk daerah non-3T, yang memang ada internetnya lengkap,” ujar Hotman.
Ia menambahkan bahwa proyek tersebut telah diaudit oleh BPKP dan hasilnya menunjukkan lebih dari 90 persen perangkat yang dibeli digunakan sesuai peruntukannya.
“Hal itu sudah dilakukan pemeriksaan oleh BPKP dan menyatakan 90 persen lebih laptop ini terpakai ya, untuk daerah,” lanjutnya.
Nadiem sendiri turut memberikan penjelasan langsung terkait isu penggunaan Chromebook. Ia membantah bahwa kebijakan pengadaan perangkat itu merujuk pada kajian sebelumnya yang menyatakan bahwa Chromebook tidak cocok digunakan di sekolah.
“Saya ingin klarifikasi, memang ada uji coba Chromebook yang terjadi sebelum masa kementerian saya. Uji coba tersebut dilakukan di daerah 3T,” ujar Nadiem.
Ia menegaskan bahwa pengadaan perangkat di masa jabatannya tidak ditujukan untuk daerah 3T, melainkan untuk sekolah yang sudah memiliki koneksi internet.
“Pengadaan laptop yang terjadi di masa jabatan saya tidak ditargetkan untuk daerah 3T. Sekolah-sekolah yang boleh menerima laptop dari pengadaan ini hanya yang punya akses internet,” ucapnya.
Lebih lanjut, Nadiem juga menyampaikan bahwa program pengadaan ini tidak hanya mencakup laptop, tetapi juga modem WiFi 3G, proyektor, dan perangkat pendukung lain guna memastikan akses pembelajaran daring berjalan efektif.
“Pengadaan ini bukan hanya laptop, tapi juga ada modem WiFi 3G, proyektor, dan lain-lain yang diberikan untuk bisa mengakses internet itu,” jelasnya.
Ia kemudian menambahkan pernyataannya dengan menekankan bahwa petunjuk teknis (juknis) sudah sangat jelas dan hanya memperbolehkan sekolah yang memiliki jaringan internet sebagai penerima perangkat.
“Di dalam juknis sangat jelas, hanya boleh diberikan kepada sekolah yang punya internet,” pungkas Nadiem.
Sebagai informasi, proyek pengadaan Chromebook dalam program TIK Kemendikbudristek tahun 2020 kini berada dalam sorotan Kejaksaan Agung karena diduga terjadi penyimpangan anggaran senilai Rp9,9 triliun.
Sejumlah pihak, termasuk staf khusus eks Menteri Nadiem, telah dipanggil penyidik, namun belum memenuhi panggilan. Hari ini rencananya mereka akan dipanggil kembali oleh Kejagung.
Nadiem Makarim sendiri menyatakan siap memberikan klarifikasi bila diminta, dan menegaskan komitmennya terhadap proses hukum yang transparan dan berkeadilan. (MK/SB)