TABANAN – Jatiluwih Festival VI Tahun 2025, yang akan berlangsung pada 19–20 Juli 2025, menyuguhkan pengunjung yang hadir dengan pentas seni tari tradisional dan kontemporer, termasuk peluncuran tari maskot Desa Jatiluwih.
“Selama dua hari, para pengunjung akan disambut dengan pentas seni tari tradisional dan kontemporer, termasuk peluncuran tari maskot Desa Jatiluwih,” ucap John Ketut Purna, Ketua Pelaksana sekaligus Kepala Pengelola DTW Jatiluwih, pada Rabu (9/7/2025).
Dalam cara itu, kata dia, akan diiringi musik dari bintang tamu lokal Bali, panggung utama akan menjadi pusat semangat komunitas dan kreativitas.
Lebih dari itu, festival menghadirkan workshop interaktif yang memungkinkan pengunjung terlibat langsung dalam praktik budaya desa: mulai dari membuat teh beras merah, kopi sangrai, lak-lak tradisional, hingga kerajinan lelakut, dan sunari.
“Sebagai upaya memberdayakan seluruh lapisan masyarakat, diadakan pula kompetisi seni dan edukasi yang melibatkan anak-anak TK hingga SMA, serta komunitas perempuan (PKK) dan lansia. Ini adalah ruang lintas generasi untuk mengekspresikan warisan budaya secara hidup dan dinamis,” katanya.
Jatiluwih yang terletak di lereng Gunung Batukaru, tak hanya dikenal karena lanskap sawah berundaknya yang mempesona , tetapi juga sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO dan Desa Wisata Terbaik Dunia 2024 versi UN Tourism.
“Sehingga festival kali ini mengusung tema Tumbuh Bersama Alam (Growth with Nature), yang mencerminkan semangat menyatu dan berkembang selaras dengan lingkungan. Tema ini mengajak kita untuk membangun kemajuan ekonomi, budaya, dan sosial bukan dengan mengeksploitasi alam, melainkan dengan menghargai siklus, menjaga keseimbangan, dan memperkuat nilai-nilai kearifan lokal,” jelasnya.
Bagi masyarakat Jatiluwih, ini adalah perwujudan nyata dari filosofi Tri Hita Karana, harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas yang telah dijalani secara turun-temurun.
“Kami ingin Jatiluwih Festival menjadi ruang belajar dan perayaan bagi dunia akan nilai-nilai harmoni. Subak bukan sekadar sistem irigasi, tetapi cermin filosofi hidup Bali: Tri Hita Karana. Dan tema ‘Tumbuh Bersama Alam’ adalah cara kami mengajak dunia untuk tumbuh, tanpa meninggalkan akar,” ujarnya.
Pihaknya menargetkan, lebih dari 4.000 pengunjung per hari, dengan komposisi 50 persen wisatawan mancanegara, 15 persen wisatawan domestik, dan sisanya berasal dari masyarakat lokal serta pelaku seni.
“Untuk mengakomodasi kebutuhan pengunjung, penyelenggara juga telah menyiapkan sistem pembayaran non-tunai, area cuci tangan, layanan kebersihan yang rutin, pos kesehatan, ambulans, tempat parkir wisatawan dan pengamanan terpadu yang melibatkan pecalang dan petugas pengelola DTW Jatiluwih,” jelasnya. (WIR)