Kamis, Juli 10, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Guru PNS Kurang, Nasib Pengajar Tak Jelas

DENPASAR – Sekolah Mencegah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK) di Denpasar mengalami kekurangan guru yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Situasi ini sudah berlangsung cukup lama dari tahun ke tahun.

Salah satu sekolah yang mengalami kekurangan guru berstatus PNS yakni SMK Negeri 1 Denpasar. Hal ini disebabkan karena sudah dari sekitar 10 tahun yang lalu tidak ada pengangkatan guru berstatus PNS.

“Ya sejak 10 tahun terakhir memang tidak ada guru, banyak guru pensiun tetapi nggak ada pengganti,” kata Kepala SMK Negeri 1 Denpasar I Ketut Suparsa dikutip dari detikBali, Jumat (10/6/2022).

Menurut Suparsa, banyak guru yang pensiun malah tidak ada pengganti sesuai dengan jumlah yang semestinya. Bahkan, pengganti guru yang sedikit juga tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pihak sekolah.

“Yang pensiun 10, yang datang cuma satu, yang datang juga guru yang berbeda, misalnya kita butuh guru produktif (praktek), yang datang guru teori, guru PPKn, Bahasa Indonesia. Sekolah di sini kan sekolah SMK, perlu guru produktif (praktek),” jelasnya.

SMK Negeri 1 Denpasar sendiri memiliki sebanyak 11 kompetensi keahlian. Suparsa mengungkapkan, hampir semua kompetensi keahlian di sekolah yang dipimpinnya itu mengalami kekurangan guru, terutama guru untuk mengajar praktek.

Akhirnya, pihaknya terpaksa untuk mengambil guru honorer yang dibayar menggunakan anggaran sekolah. Padahal sebetulnya, kata Suparsa, hal itu melanggar aturan.

“Akhirnya terpaksa kita mengambil guru honor. Itu pun secara aturan tidak boleh. Ya (jadinya) melanggar. Tapi mana lebih melanggar, anak-anak tidak dapat guru atau kita mengangkat guru honor. Artinya daripada anak-anak tidak ada yang mengajar lebih salah lagi saya,” tuturnya.

Hingga saat ini jumlah guru di SMK Negeri 1 Denpasar ada sebanyak 165 guru. Dari jumlah tersebut, sekitar 50 guru di antaranya berstatus sebagai honorer, 47 orang kontrak dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dan guru PNS hanya sebanyak 65 orang. “Sudah seperti sekolah swasta,” celetuknya.

Tak hanya di SMK Negeri 1 Denpasar, situasi yang sama juga dialami oleh SMA Negeri 1 Denpasar. Sekolah ini juga kekurangan tenaga pengajar sehingga mencari guru berstatus honorer.

“Iya kekurangan guru ditutupi oleh guru-guru komite, guru honorer sekolah. Itu kan masih digaji dari anggaran sekolah,” kata Kepala SMA Negeri 1 Denpasar M Rida.

Rida menuturkan, di SMA Negeri 1 Denpasar kekurangan guru untuk beberapa mata pelajaran. Ia mengaku kekurangan guru sekitar 10 orang, terutama untuk mata pelajaran Bahasa Bali dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

“Pertama bahasa Bali itu kurang, kemudian pelajaran-pelajaran IPS karena semua pensiun tahun-tahun ini, itu banyak juga. Jadi semuanya terisi oleh guru-guru honorer yang dibiayai oleh sekolah,” tutur Rida.

Rida sendiri berharap, guru-guru honorer di sekolahnya bisa mendapatkan status sebagai PPPK. “Kalau yang seperti itu diangkat jadi PPPK kan alangkah bagusnya,” harap Rida.

NASIB TAK JELAS

Suparsa menuturkan, mereka yang berstatus sebagai guru honorer harus berjibaku dengan jam tatap muka. Di SMK Negeri 1 Denpasar sendiri, dalam sebulan guru kontrak bisa mendapatkan OJTM atau orang jam tatap muka sebanyak 30 kali. Dengan begitu guru kontrak bisa mendapatkan gaji sekitar Rp 3 juta.

Meski pendapatan sudah melebih upah minimum provinsi (UMP), tetapi nasib guru honorer tidak jelas. Ketika misalnya ada guru baru masuk ke sekolah dengan status PPPK atau ASN, maka guru honorer bisa kehilangan pekerjaan karena tidak dipakai lagi. Padahal mereka sudah mengabdi selama belasan tahun.

“Sedangkan belasan tahun mengabdi di sana. Ada yang sudah 12 tahun ada yang sudah, pokoknya di atas 10 tahun lah banyak. Sejak Jokowi diangkat pertama itu tidak ada pengangkatan guru secara nasional,” tegasnya.

Sementara itu, pemerintah berupaya melakukan perekrutan guru melalui sistem Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun menurut Suparsa menilai bahwa penerimaan guru untuk sekolah negeri sebagai PPPK kurang tepat. Baginya, guru untuk sekolah negeri hendaknya bisa berstatus sebagai PNS.

“Sebenarnya saya tidak mengharap PPPK, saya menghadap ASN, pegawai negeri. Sekolah negeri ya gurunya negeri. Masak gurunya PPPK, guru dengan perjanjian kerja,” kata dia.

Menurut Suparsa, guru dengan status PPPK sama saja dengan yang kontrak. Hanya saja dikontrak oleh pemerintah pusat. Dirinya mengaku kasihan jika guru-guru di sekolah negeri hanya bisa mendapatkan status kontrak.

“Sama dengan guru kontrak itu, cuma dikontrak oleh Jakarta. Kalau kontrak yang ada kontrak Provinsi, kalau PPPK kan Jakarta yang ngontrak. Dan kontraknya itu kan berlaku satu tahun, satu tahun. Dan kalau tidak dibutuhkan hilang dia, kasihan,” ucapnya.

“Di sekolah negeri sebaiknya ya pegawai negeri atau pegawai negeri. Seperti saya lah dulu, diangkat jadi guru kan oleh menteri dalam hal ini presiden kan. Saya sekolah di di sana di Didi di ikatan dinas diangkat di sana . Kalau kita ngomong dulu. Dampaknya gimana mereka konsentrasi kerja kalau mereka nasibnya itu endak jelas. Kan kasian juga,” tambahnya.(dtc)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER