Minggu, Mei 11, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Enam Tersangka Korporasi Kasus Korupsi Impor Baja Rp 21 Triliun Segera Diadili

JAKARTA – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan berkas enam tersangka korporasi kasus impor baja dan tindak pidana pencucian uang ke jaksa penuntut umum (JPU). Keenam tersangka korporasi itu akan segera disidangkan.

“Tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (tahap II) atas enam berkas perkara tersangka korporasi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya tahun 2016 s/d 2021 kepada jaksa penuntut umum pada Jampidsus dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Kamis (3/11/2022).

Adapun 6 berkas perkara masing-masing atas nama tersangka korporasi PT BES, tersangka korporasi PT DSS,

tersangka korporasi PT IB, tersangka korporasi PT JAK, tersangka korporasi PT PAS, dan tersangka korporasi PT PMU.

Para tersangka diduga melanggar ketentuan asal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebelumnya, berkas enam tersangka korporasi dinyatakan lengkap. Total kerugian negara dan perekonomian negara dalam kasus ini mencapai Rp 21 triliun.

“Akibat perbuatan yang dilakukan oleh enam Tersangka Korporasi yaitu Tersangka Korporasi PT BES, Tersangka Korporasi PT DSS, Tersangka Korporasi PT IB, Tersangka Korporasi PT JAK, Tersangka Korporasi PT PAS, dan Tersangka Korporasi PT PMU mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.060.658.585.069 dan merugikan perekonomian negara Rp 20.005.081.366.339,” kata Ketut.

Peran Para Tersangka

Sebelumnya, Supardi –saat masih menjabat Dirdik pada Jampidsus Kejagung–menjelaskan enam tersangka korporasi ini awalnya pada kurun waktu 2016 hingga 2021, masing-masing tersangka PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS, dan PT PMU, mengajukan importasi besi atau baja dan baja paduan melalui perusahaan pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) PT Meraseti Logistik Indonesia milik BHL.

Dalam perkara ini, sebelumnya Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka, yaitu analis perdagangan ahli muda pada Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag)Tahan Banurea dan Taufik (T) selaku manajer di PT Meraseti Logistik Indonesia. Serta BHL selaku swasta owner atau pemilik dari PT Meraseti Logistic Indonesia.

Supardi mengatakan, sebetulnya enam perusahaan korporasi itu sudah memiliki kuota impor, namun masih bermain mata dengan pejabat Kemendag sehingga mendapat tambahan kuota impor. Supardi mengungkap bisa saja perkara ini tidak hanya menjerat korporasi, tetapi bisa juga menjerat ke oknum di perusahaannya, sehingga tergantung fakta yang ada.

“Dalam konteks ini, sebetulnya perusahaan-perusahaan itu sudah memiliki kuota impor, tapi masih ditawari oleh BHL bahwa ‘saya bisa memberikan kalian lebih’. Artinya bahwa belum tentu juga natural person-nya mengetahui, bahkan dia fakta yang terungkap sujelnya saja nggak tahu,” ujar Supardi.

Sementara itu, untuk meloloskan proses impor tersebut, BHL dan tersangka Taufik (T) mengurus surat penjelasan (sujel) di Direktorat Impor pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan melalui tersangka TB (Tahan Banurea selaku Kasubag TU pada Direktorat Impor Kemendag) untuk mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan dari Pelabuhan/dari Wilayah Pabean.

Seolah-olah impor tersebut untuk kepentingan proyek strategis nasional yang dikerjakan oleh perusahaan BUMN, yaitu PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Nindya Karya (Persero), dan PT Pertamina Gas (Pertagas). Dengan sujel tersebut, pihak Bea dan Cukai mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan yang diimpor oleh ke-6 tersangka korporasi.

“Berdasarkan surat penjelasan yang diterbitkan Direktorat Impor pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, importasi besi atau baja dan baja paduan dari China yang dilakukan oleh ke-6 tersangka korporasi dapat masuk ke Indonesia melebihi dari kuota impor dalam PI (persetujuan impor) yang dimiliki ke-6 tersangka korporasi,” kata Supardi.

Setelah besi atau baja dan baja paduan masuk ke wilayah Indonesia, oleh ke-6 tersangka korporasi dijual ke pasaran dengan harga yang lebih murah daripada produk lokal sehingga produk lokal tidak mampu bersaing.

Perbuatan ke-6 tersangka korporasi menimbulkan kerugian pada sistem produksi dan industri besi baja nasional atau merugikan perekonomian negara.

Para tersangka korporasi melanggar beberapa ketentuan perundang-undangan, yaitu Pasal 54 ayat 3 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan syarat pengecualian perizinan impor yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan, sebagai berikut:

1. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Ketentuan Impor Baja Paduan (Pasal 30)

– Barang keperluan pemerintah dan lembaga negara lainnya.

2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2016 tentang impor besi/baja, baja paduan & produk turunannya (Pasal 22 ayat (1) huruf i, ayat 3)

– Barang untuk keperluan instansi pemerintah/lembaga negara lainnya yang diimpor sendiri oleh instansi pemerintah/Lembaga dimaksud.

– Harus mendapat sujel dari Direktorat Impor pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI.

3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 63 Tahun 2017 Jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2018 (Pasal 22 (1) huruf p)

– Barang untuk keperluan proyek pemerintah yang ditujukan untuk kepentingan umum.

4. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 110 Tahun 2018 Jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03 Tahun 2020 (Pasal 26 (2) huruf a)

– Barang untuk keperluan instansi pemerintah/Lembaga negara lainnya yang diimpor sendiri oleh instansi pemerintah/lembaga dimaksud.

– Harus mendapat Surat Penjelasan dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI. (yld/dhn/dtc)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER