Rabu, Januari 29, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Catatan Akhir Tahun, PWI: KUHP Bak Tumor Kambuh

JAKARTA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menyampaikan catatan akhir 2022. Tahun ini diwarnai dengan isu besar, yakni KUHP versi baru. PWI juga menyampaikan terima kasih kepada insan pers yang membantu korban bencana alam.

Selain itu, tahun 2023 di depan adalah tahun politik menuju Pemilu 2024 dan itu menjadi perhatian PWI. Catatan akhir tahun disampaikan oleh Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari lewat keterangan pers tertulis, Selasa (27/12/2022).

PWI memandang pengesahan KUHP baru sebagai hal yang tidak menggembirakan. Soalnya, KUHP baru yang diniatkan sebagai dekolonisasi justru dinilai PWI melahirkan rekolonialisasi atau kembali bernuansa penjajahan. Ada pasal-pasal otoriter di dalam KUHP baru yang disahkan DPR itu.

“Pasal-pasal otoriter dan antidemokrasi itu ibarat tumor jinak yang kembali ganas mengancam kesehatan demokrasi dan keselamatan kita semua,” kata Atal S Depari.

Keterlibatan komunitas jurnalis dalam pembentukan KUHP baru tersebut dirasa kurang. Memang betul, wartawan diundang dalam proses pembahasan KUHP baru itu sebelumnya, namun proses itu dinilainya cuma sebatas formalitas supaya DPR dan pemerintah bisa mengatakan kepada publik bahwa mereka sudah mengundang pers untuk memberi masukan.

Soal materi masukan komunitas jurnalis itu sendiri, pemerintah dan DPR tidak mengakomodasinya dengan baik. “PWI pusat menyayangkan KUHP baru itu disahkan tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat sipil dan pers,” kata Atal.

Hal yang berbahaya bagi wartawan adalah muatan pasal KUHP baru yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan. KUHP baru mengesampingkan pelembagaan kemerdekaan pers dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Maka, PWI akan berusaha beraksi bersama masyarakat sipil untuk mengkaji dan merumuskan langkah.

PWI menekankan dua hal penting ini agar KUHP baru tidak merusak kemerdekaan pers:

  1. Penegasan dan penguatan prinsip bahwa UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 bersifat lex specialis derogat legi generali.
  2. Penjajakan atas opsi mengajukan judicial review atas KUHP baru.

Di luar urusan pers yang spesifik, KUHP baru ini juga memberi ancaman terhadap demokrasi. Berikut adalah daftar pasal-pasal bermasalah menurut PWI:

  1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
  2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
  3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah.
  4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
  5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
  6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
  7. Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
  8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
  9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
  10. Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
  11. Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Bantuan untuk Bencana

Catatan selanjutnya, PWI menaruh perhatian terhadap peristiwa bencana alam yang terjadi dalam kurun 2022 yang hendak berlalu ini. PWI berterima kasih kepada wartawan yang membantu korban bencana alam.

Bantuan utama yang diberikan pers dalam hal ini tentu saja adalah pemberitaan yang terus-menerus, komprehensif, sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik, mendorong semua pihak untuk memberikan solidaritas sosial, serta mengingatkan pemerintah akan penanganan-penanganan yang dibutuhkan.

“Semoga pada tahun 2023 nanti, Pers Indonesia akan tetap berkontribusi positif sebagai pendorong solidaritas sosial dan perekat persatuan bangsa Indonesia,” kata Atal S Depari.

Tahun Politik

Tahun 2022 mengantarkan masyarakat Indonesia termasuk insan pers menuju tahun politik 2023, yakni menuju Pemilu 2024. Wartawan yang menjadi tim sukses atau bahkan maju sebagai kandidat di Pemilu 2024 diminta PWI mundur saja dari dunia jurnalistik.

“Para wartawan tidak boleh menjadi tim sukses atau bahkan menjadi kandidat eksekutif atau legislatif. Jika menjadi kandidat atau tim sukses kandidat, aturannya sudah sangat jelas: mundur dari profesi wartawan, paling tidak mengajukan cuti. Harkat dan martabat wartawan harus dijaga. Kepercayaan publik terhadap wartawan dan media harus terus dirawat dan dipertahankan,” kata Atal.

Dia meminta semua insan pers independen pada tahun politik. Pers jangan menjadi bagian dari pihak-pihak yang berkompetisi dalam politik pemilu. “Segenap unsur pers harus menghindari posisi menjadi bagian dari kubu-kubu politik yang saling berhadapan dalam pemilu,” kata Atal.

PWI mengucapkan selamat tahun baru 2023. PWI berharap pers Indonesia bisa lebih berkontribusi terhadap bangsa Indonesia. (dnu/dhn/dtc)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER