JAKARTA – Mantan Ketua Dewan Pers periode 2023–2025, Ninik Rahayu, menyampaikan keprihatinannya terhadap meningkatnya angka kekerasan terhadap jurnalis, khususnya dalam ruang digital, selama tiga tahun terakhir.
Hal itu diungkapan dalam acara serah terima jabatan anggota Dewan Pers yang berlangsung pada Rabu (14/5/2025).
“Soal upaya perlindungan kepada jurnalis, harus diakui tiga tahun terakhir, angka kekerasan terhadap jurnalis dalam berbagai bentuk, terutama melalui ruang digital, sangat tinggi,” ujar Ninik.
Ia menyoroti kondisi jurnalis perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual di ruang digital, dengan angka yang mencengangkan. “Sebanyak 87 persen jurnalis perempuan menjadi korban kekerasan seksual di ruang digital,” imbuhnya.
Selain kekerasan digital, Ninik juga menyatakan bahwa kekerasan fisik terhadap jurnalis masih sering terjadi di berbagai wilayah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Menurutnya, sistem perlindungan terhadap jurnalis korban kekerasan belum berjalan dengan baik. “Sampai hari ini, upaya perlindungan kepada jurnalis yang mengalami kekerasan belum terpenuhi secara sistematis,” katanya.
Selain itu, ia juga mengkritik proses penanganan hukum yang tak serius dan kerap mandek.“Jangan sampai pelaporan hanya jadi perjuangan tanpa hasil. Walau memang ada juga kasus yang berhasil ditindaklanjuti,” kata Ninik.
Sebagai langkah konkret untuk menanggapi kondisi ini, Dewan Pers bersama Institute for Media & Society (IMS) telah membentuk Satuan Tugas Nasional Perlindungan Keselamatan Jurnalis (Satnas).
Satgas ini dibentuk melalui rapat pleno dan ditujukan untuk mempercepat penanganan berbagai bentuk kekerasan terhadap jurnalis dalam seluruh tahapan kerja jurnalistik, mulai dari pengumpulan informasi hingga penyebaran berita.
“Dengan adanya Satnas, diharapkan ada percepatan penyelesaian, kepastian hukum, dan pemulihan bagi korban, serta keadilan bagi jurnalis yang menjalankan tugas,” tegas Ninik.
Menutup masa jabatannya, Ninik juga menekankan pentingnya perlindungan bagi pers kampus dan media alternatif. Menurutnya, kelompok ini memiliki peran strategis dalam masa depan pers nasional.
“Mereka adalah bagian dari masa depan kehidupan pers kita. Sudah saatnya mereka juga mendapatkan perhatian dan perlindungan yang layak,” ujarnya.
Langkah Dewan Pers membentuk Satnas dan memperluas cakupan perlindungan hingga ke media alternatif dan pers kampus mencerminkan kepedulian terhadap keberlangsungan jurnalisme yang sehat.
Dalam situasi ketika jurnalis masih rentan terhadap kekerasan baik fisik maupun digital, inisiatif ini menjadi sinyal bahwa perlindungan profesi jurnalis tak hanya menjadi tugas normatif, melainkan sebuah keharusan sistematis. (MK/SB)