DENPASAR – Seorang perempuan paruh baya bernama Landrawati melaporkan mantan menantunya yang berinisial RF ke kantor Kepolisian Daerah (Polda) Bali.
Laporan ini didampingi kuasa hukumnya dari Institute Of Justice (IOJ) Law Firm yang berlokasi di Jalan Raya Kerobokan, Kuta Utara-Badung.
Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan penelantaran terhadap anak, dengan nomor laporan LP/B/364/VII/2023/SPKT/POLDABALI, yang diterbitkan pada tanggal 10 Juli 2023.
Pelaporan ini dilakukan setelah masyarakat memberikan pengaduan terkait cucunya.
Nenek tersebut merawat cucu perempuannya yang berusia 7 tahun sejak bayi, setelah anak semata wayangnya meninggal dunia setahun setelah kelahirannya pada tahun 2016.
Kehidupan mereka awalnya bahagia, tetapi semuanya berubah ketika ayah kandung anak tersebut meminta agar cucunya diasuh dengan alasan telah menikah lagi.
“Saat ayahnya meminta untuk mengasuh sekitar tahun 2022, saya awalnya merasa khawatir, tetapi saya tidak bisa menghalangi mereka untuk hidup bersama, karena hak asuh tetap berada di tangan ayah kandungnya. Pada bulan Juni 2023, seseorang memberitahu saya bahwa cucu saya tidak diurus dengan baik, dan itu membuat saya sangat sedih,” unggap nenek tersebut pada Rabu (4/10/2023).
Sebelum melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib, nenek ini telah mencoba berbicara dengan Konselor Hukum Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan Anak (UPTD PPA) Kota Denpasar pada tahun 2022 dengan harapan dapat mendapatkan akses untuk bertemu dan memberikan konseling kepada cucunya. Mediasi juga telah dilakukan dengan mantan menantunya.
“Saat itu kami mencapai enam kesepakatan, dan saya selalu percaya bahwa seorang ayah pasti bisa menjaga putrinya dengan baik. Walaupun akhirnya semuanya tidak berjalan seperti yang kami harapkan dalam mediasi tersebut,” tambahnya.
Pada tanggal 8 Desember 2022, mediasi dilakukan dengan kehadiran nenek, ayah kandung anak, dan ibu tirinya di kantor RRI Denpasar. “Awalnya, kami menganggap ini sebagai masalah keluarga biasa, dan kedua belah pihak sepakat untuk berdamai. Salah satu kesepakatan yang disepakati adalah bahwa hak asuh tetap berada di tangan ayah, dan ayah tidak akan menghalangi komunikasi antara nenek dan cucunya. Pada saat itu, bukti-bukti yang ada masih dari satu pihak saja, dan akhirnya kami memutuskan untuk menutup kasus ini,” ungkap Luh Putu Anggreni, perwakilan dari UPTD PPA.
Namun, beberapa bulan setelah mediasi, muncul pengaduan dari masyarakat dengan nama anak yang berbeda. Barulah kemudian UPTD PPA menyadari bahwa nama anak tersebut sebenarnya adalah satu orang yang sama.
“Masyarakat memberitahu kami bahwa ada dugaan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya di lingkungan tempat tinggal mereka. Setelah kami datang untuk menyelidiki, ternyata anak ini adalah cucu dari ibu Landrawati. Kami, atas izin Kepala Lingkungan, Kepala Dusun, dan persetujuan orang tua, sempat membawa anak tersebut ke rumah sakit untuk visum demi mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, namun malam harinya, ayah dan ibu tirinya membawa anak tersebut kembali dengan paksa, dan mereka tidak kooperatif,” jelasnya.
Warga setempat juga melaporkan perubahan drastis dalam kondisi anak tersebut, yang dulunya memiliki kulit putih menjadi hitam, tidak terawat, tidak bersekolah, dan sering meminta makanan dari tetangga karena terlihat sangat kelaparan. Mereka juga mencatat bahwa anak tersebut pernah dikunci dari dalam dan ditinggalkan sendirian, bahkan dirantai dengan rantai besi.
Ketika kondisi anak semakin memprihatinkan, warga sepakat untuk melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib agar anak tersebut segera mendapatkan perlindungan hukum. Mereka khawatir agar tidak terulang kasus serupa dengan kasus Angeline pada tujuh tahun yang lalu.
Salah satu kuasa hukum nenek ini menyatakan, “Sebagai seorang nenek, klien kami melihat jalur hukum sebagai satu-satunya cara untuk bertemu dengan cucunya setelah mendengar dugaan bahwa anak tersebut tidak mendapatkan perlakuan yang baik dari ayahnya. Jika anak dianggap tidak mendapatkan perawatan yang layak di rumah tangga, hal ini akan berdampak besar pada masa depannya. Oleh karena itu, perkara ini harus terus berlanjut untuk menjadi pelajaran bagi semua orang tua agar menjaga, mengawasi, dan merawat anak dengan baik.”
Purnawirawan Polri yang menjadi kuasa hukum juga mengapresiasi tindakan cepat yang diambil oleh pihak berwenang, termasuk POLDA Bali, UPTD PPA Kota Denpasar, Dinsos Kota Denpasar, KPPAD Provinsi Bali, dan masyarakat yang membantu melindungi anak korban.
“Kami sangat mengapresiasi kinerja pihak berwenang dan masyarakat yang telah bertindak cepat untuk menyelamatkan anak korban. Kami yakin bahwa tindakan ini bukan tindakan gegabah, terutama karena telah ada pengaduan dari warga. Oleh karena itu, perkara ini harus mendapatkan perhatian khusus. Saat ini, proses hukum sedang berjalan, dan kami percayakan kepada kepolisian dan aparatur negara dalam mengungkap kebenaran dalam perkara ini. Semoga anak korban tidak lagi menjadi korban, melainkan dapat memiliki masa depan yang cerah,” tutupnya.
Hingga saat berita ini diturunkan, anak tersebut telah mendapatkan Perlindungan Hukum dari pihak Kepolisian yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Denpasar. (ARN)