JAKARTA – Donny Tri Istiqomah, orang kepercayaan Hasto, memberikan kesaksian yang mengungkap sejumlah fakta baru terkait perkara suap yang menyeret Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Hal itu ia ungkapkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Hasto Kristiyanto yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Donny menyampaikan bahwa Saeful Bahri, mantan kader PDIP, pernah menyampaikan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk mengurus proses Pergantian Antarwaktu (PAW) agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024 adalah sebesar Rp 2,5 miliar.
Ia mengatakan bahwa uang itu rencananya akan diberikan kepada beberapa pihak. Diantaranya yaitu KPU, Sekjen Kemendagri, dan Sekjen DPR.
“Saeful menelepon saya. Saya ingat tugas teknis saya hanya mengantar surat dan melobi, tiba-tiba dia menelepon dan bilang nanti aku mintakan duit kepada Harun,” ujar Donny.
Ia kemudian merinci siapa saja yang akan mendapatkan bagian uang tersebut.
“Sekitar Rp 2,5 miliar biayanya, saya masih ingat. Rp 1,5 miliar buat KPU, Rp 1 miliar buat Sekjen DPR, dan Rp 1 miliar buat Sekjen Kemendagri,” kata Donny.
Mendengar permintaan tersebut, Donny mengaku kaget dan berusaha meminta agar permintaan itu tidak langsung ditetapkan.
“Saya bilang saya kaget, karena itu tumpang tindih. Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa, saya hanya bisa jawab, jangan dipatok dulu,” ungkap Donny.
Ia juga menambahkan bahwa dirinya sempat menyindir Saeful soal uang tersebut.
“Maksud saya, loh kok jadi main duit begitu. Terus dia bilang udah gampang. Lalu saya bilang, ya sudah buat saya mana? Saya sengaja bicara begitu, kalau sampai habis segitu, yang penting kasih saya sebagai lawyers fee,” terang Donny.
Jaksa kemudian menanyakan apakah benar Wahyu Setiawan meminta Rp 1 miliar, berdasarkan pernyataan dari Saeful.
“Saeful ke saya sempat mengirim WA. Saya pasif saja, karena tugas saya memang untuk ya terserah lu deh, yang penting kapan presentasiku. Aku sudah menyiapkan langkah hukumnya,” jawab Donny.
Ia juga mengungkap pernah diminta mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) yang dijadikan dasar hukum agar Harun bisa masuk ke DPR melalui PAW.
Fatwa itu kemudian digunakan PDIP untuk mengajukan Harun sebagai pengganti Nazaruddin Kiemas yang wafat.
Dalam kesaksiannya, Donny juga sempat berasumsi bahwa uang suap untuk Wahyu berasal dari Hasto, setelah menerima uang sebesar Rp 400 juta dari staf Hasto, Kusnadi.
“Atas kalimat Kusnadi itu saya mengirim WA ke Saeful. Di WA saya ada menyebut sekjen, saya tulis ini ada uang Rp 400 juta dari Sekjen, Rp 600 juta-nya Harun,” kata Donny.
Namun, ia menambahkan bahwa asumsi tersebut semata untuk menarik perhatian Saeful agar segera menemuinya.
“Karena uang ini, kan, bukan buat saya. Karena ini ada uang Rp 400 juta dari Sekjen, Rp 600 juta-nya Harun. Itu memang agar, murni, saya sampaikan waktu di OTT, sudah saya sampaikan, itu murni agar Saeful itu kalau saya nyebut Sekjen, buru-buru datang,” jelas Donny.
Ia kemudian mengoreksi asumsinya sendiri dan menyatakan bahwa uang itu sebenarnya berasal dari Harun Masiku, bukan Hasto.
“Kalau mau Mas Hasto memerintahkan uang itu, tentu ada WA, ada telepon, tapi itu tidak ada. Sehingga saya tidak berani, dan saya yakin itu dari Harun, dan pasti Harun,” ujar Donny.
Alasan Donny cukup jelas, karena ia tak pernah menerima instruksi apa pun dari Hasto terkait uang tersebut.
“Pada saat uang itu masuk ke saya, tidak ada perintah apa pun ke Sekjen, tidak ada komunikasi apa pun. Berarti dari Harun, di otak saya begitu,” katanya.
Ketika jaksa menanyakan apakah uang Rp 400 juta itu dalam bentuk rupiah atau dolar, Donny menjawab,
“Di WA itu lengkap. Saeful tanya, itu Rp 400 juta-nya asing atau rupiah? Saya jawab, tunggu saya buka dulu. Baru saya buka tas itu, ternyata bentuk rupiah, pecahan Rp 50 ribu seingat saya,” ungkap Donny.
Dalam dakwaan terhadap Hasto, ia disebut menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar Harun Masiku bisa ditetapkan sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW. Suap itu bernilai Rp 600 juta dan diduga dilakukan bersama Donny, Harun Masiku, dan Saeful Bahri.
Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan mengarahkan sejumlah saksi agar tidak memberikan keterangan yang sebenar-benarnya.
Ia juga disebut memerintahkan penjaga rumahnya, Nur Hasan, untuk menghubungi Harun agar merendam ponsel dalam air dan melarikan diri.
Tak hanya itu, beberapa hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi, ia diduga memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel miliknya agar tidak ditemukan oleh penyidik KPK. (MK/SB)