DENPASAR – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mencari solusi agar masyarakat tetap terlayani transportasi publik imbas berhentinya operasional bus Trans Metro Dewata (TMD). Operasional bus merah hitam itu ditutup pada 1 Januari 2025.
“Harus segera dicarikan solusi ini karena 2025 awal ini masyarakat yang sudah telanjur menggunakan transportasi publik ini harus dilayani juga (untuk) solusi jangka pendek, ada solusi jangka panjang,” ujar Ketua Komisi III DPRD Bali, I Nyoman Suyasa, saat dihubungi detikBali, Kamis (2/1/2025).
Suyasa menyarankan agar Dinas Perhubungan (Dishub) Bali memanfaatkan bus Trans Sarbagita untuk memenuhi rute yang ditinggal bus TMD. Ia juga mendorong agar Dishub Bali segera berkoordinasi ke pemerintah pusat untuk membahas keberlanjutan bus TMD sebagai bentuk komitmen pemerintah melayani masyarakat melalui transportasi publik.
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu ragu Pemprov Bali bisa mengambil alih bus tersebut. Sebab, perkiraan biaya tiap tahun dan per koridornya bisa mencapai Rp 75-80 miliar.
Suyasa meminta Pemprov Bali berpikir ulang untuk mencari dana jika ingin menghidupkan transportasi publik itu. Sebab, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Bali 2025 sudah diketok palu. Walhasil, tidak ada alokasi dana untuk menyubsidi operasional bus tersebut.
“Kami belum membahas di komisi, cuma mungkin besok saya rapatkan dengan teman-teman komisi soal ini dan secepatnya segera mengadakan rapat dengan Dishub (Bali),” jelas Suyasa.
Diberitakan sebelumnya, bus TMD resmi pamit beroperasi di Bali. Pernyataan itu disampaikan melalui unggahan Instagram @transmetrodewata pada Rabu (1/1/2025).
“Mulai 1 Januari 2025, layanan Trans Metro Dewata secara resmi akan berhenti beroperasi,” demikian bunyi unggahan @transmetrodewata di Instagram.
Unggahan itu kemudian menjelaskan bahwa selama beroperasi, Trans Metro Dewata telah menjadi salah satu pilihan transportasi publik yang mendukung mobilitas masyarakat Bali, terutama di kawasan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita).
Keputusan tersebut tentu mengejutkan banyak pihak. Terutama bagi masyarakat yang mengandalkan bus Trans Metro Dewata untuk aktivitas sehari-hari.
“Bagi banyak orang, Trans Metro Dewata bukan hanya sekadar alat transportasi, tetapi juga bagian dari usaha mendorong gaya hidup ramah lingkungan dan mengurangi kemacetan di Bali,” lanjut unggahan tersebut.
Di akhir caption unggahan tersebut, masyarakat diajak untuk menandatangani petisi untuk mengembalikan bus Trans Metro Dewata. Dalam petisi yang diunggah melalui situs Change.org, per 1 Januari 2025, sudah ditandatangani sebanyak 4.138 warganet dari target berikutnya sebanyak 5.000.
“Melalui petisi ini, kami para pengguna layanan transportasi publik, dalam hal ini bus Trans Metro Dewata amat sangat keberatan jika pada tahun 2025 operasional bus Trans Metro Dewata dihentikan,” kata Inisiator petisi, Dyah Rooslina, di kutip dari situs Change.org, Minggu (29/12/2024).
Dalam petisinya, Dyah menganggap transportasi publik TMD masih dibutuhkan masyarakat di Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Terutama, bagi warga yang tidak memiliki motor atau mobil pribadi.(dtc/sb)