BADUNG – Pengelolaan destinasi Daya Tarik Wisata (DTW) Pantai Pandawa di Kabupaten Badung, Bali, dilaporkan terlibat dalam kasus penyimpangan dana.
Para pengunjung Pantai Pandawa mengeluhkan praktik pungutan liar (pungli) parkir yang baru-baru ini terungkap. Besaran pungutan tersebut dikabarkan melebihi tarif resmi tiket masuk dan biaya parkir yang telah ditetapkan.
Para wisatawan yang mengunjungi Pantai Pandawa melaporkan adanya pungutan parkir yang diduga pungli. Tarif yang mereka kenakan dilaporkan melebihi tarif resmi tiket masuk dan biaya parkir yang ditetapkan oleh Bendesa Adat Kutuh, Jro Nyoman Mesir.
Menurut informasi yang diberikan oleh Bendesa Adat Kutuh, tarif resmi untuk tiket masuk pengunjung dewasa domestik sebesar Rp 8 ribu per kepala dan Rp 4 ribu untuk anak-anak domestik. Sementara itu, wisatawan asing dikenakan tarif sebesar Rp 15 ribu untuk dewasa dan Rp 10 ribu untuk anak-anak. Tarif parkir untuk bus sebesar Rp 10 ribu, mobil Rp 5 ribu, dan sepeda motor Rp 2 ribu.
Pendapatan dari tarif-tarif tersebut seharusnya dibagi antara Desa Adat Kutuh dan Pemerintah Kabupaten Badung dengan persentase yang telah ditetapkan.
Bendesa Adat Kutuh menjelaskan bahwa pendapatan tiket masuk sebesar 75 persen akan masuk ke kas Desa Adat Kutuh, sementara 25 persen sisanya akan menjadi pendapatan Pemerintah Kabupaten Badung.
Namun, kabar baru-baru ini mengungkapkan adanya sarana akomodasi pariwisata baru berupa restoran di sisi tebing Patung Panca Pandawa, yang berdekatan dengan area spot foto pengunjung.
Restoran tersebut bernama Restoran Sea View Bali dan telah beroperasi sejak Desember 2022. Pengunjung Pantai Pandawa mengeluh karena tanpa adanya dasar hukum yang jelas, areal spot foto Patung Panca Pandawa ini dikabarkan diprivatisasi oleh pihak restoran dan dikenakan tarif tambahan untuk parkir sebesar Rp 10 ribu per kepala.
Modus yang digunakan adalah dengan memberikan voucher minuman di restoran sebagai pengganti biaya parkir. Beberapa pengunjung dan petugas di Pantai Pandawa melaporkan adanya protes dari wisatawan terkait pungutan parkir ini.
Bahkan, terdapat kejadian di mana seorang pemandu wisata marah-marah dan terkejut ketika dikenakan tarif parkir sebesar Rp 10 ribu per kepala. Ia terpaksa meminta keluarga wisatawan domestik yang ia bawa untuk membayar Rp 50 ribu dengan modus voucher minuman yang dapat ditukar dengan es krim.
Direktur Utama Pandawa Sea View, Chef Lucky Suherman, menjelaskan bahwa pihaknya mengelola area tersebut seluas 25 are bekerja sama dengan Desa Adat Kutuh sebagai investor.
Menurutnya, tarif tambahan yang dikenakan untuk parkir sebesar Rp 10 ribu hanya berlaku di area yang dikelolanya. Ia menjelaskan bahwa tarif tersebut bukan termasuk dalam kategori pungli, melainkan merupakan biaya tambahan yang digunakan untuk menjaga kebersihan area, toilet, penataan taman, dan juga untuk mencegah pengunjung memberi makanan berbahan plastik kepada kera-kera di sekitar.
Meski tarif tersebut telah tercantum dalam poster dan banner di area yang dikelola oleh Pandawa Sea View, banyak pengunjung yang menganggapnya sebagai praktik pungli. Chef
Lucky Suherman juga menambahkan bahwa voucher minuman senilai Rp 10 ribu merupakan kebijakan umum di tempat-tempat wisata lainnya, bahkan ada yang menetapkan tarif voucher hingga Rp 150 ribu per orang.
Kasus ini masih menjadi sorotan masyarakat dan menimbulkan polemik mengenai transparansi dan etika pengelolaan destinasi wisata.
Pihak berwenang diharapkan dapat melakukan investigasi menyeluruh terkait dugaan pungutan liar parkir ini untuk menyelesaikan permasalahan dan menjaga kepercayaan para pengunjung dalam mengunjungi Pantai Pandawa. (sb)