BADUNG – Gubernur Bali Wayan Koster mengapresiasi langkah Kejaksaan Tinggi Bali, telah membentuk Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice di empat kabupaten yaitu Bangli, Tabanan, Buleleng dan Badung.
“Kami berharap, kehadiran Bale Paruman Adhyaksa yang berbasis Desa Adat ini mampu menurunkan tingkat kenakalan masyarakat dan mengurangi premanisme berkedok Ormas,” ucap Koster, saat peresmian Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice se-Kabupaten Badung yang diselenggarakan, di Gedung Kerta Gosana Puspem Badung, Kamis (8/5/2025).
Gubernur Koster menambahkan, penguatan peran Desa Adat melalui Sipandu Beradat sangat dibutuhkan untuk menekan keberadaan preman yang berkedok Ormas.
“Bentuknya Ormas, tapi dalam praktiknya nakal. Kita berharap, Pecalang yang merupakan bagian dari Sipandu Beradat bisa mengurangi keberadaan mereka,” ujarnya.
Secara khusus, Dia berpesan pada Bupati Badung untuk mengatensi fenomena ini. Sebab sebagai basis pariwisata, Badung sangat membutuhkan kondisi yang nyaman dan kondusif. “Jaga ini dengan baik, jangan sampai tercoreng ulah premanisme, ini sangat buruk,” ucapnya.
Koster yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini kembali menyampaikan sikap tegasnya terhadap premanisme berkedok Ormas. Sikap tegas itu nantinya akan dituangkan dalam pernyataan sikap yang akan dideklarasikan dalam waktu dekat bersama Kapolda Bali, Pangdam IX Udayana, dan Kajati Bali.
Menurut dia, hal ini mesti disikapi serius karena keberadaan mereka berpotensi melanggar hukum, membebani masyarakat dan pemerintah.
“Ini harus kita tindak tegas melalui pendekatan budaya dan kearifan lokal,” tambahnya.
Pria asal Desa Sembiran ini mengapresiasi program Kejati Bali yang dinilai sangat brilian. Oleh sebab itu, ia antusias mengikuti kegiatan peresmian Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice di setiap kabupaten. Karena menurutnya, ini adalah langkah inovatif dalam menyelesaikan persoalan hukum yang dihadapi masyarakat melalui pendekatan musyawarah.
“Ini memang tupoksi Kejaksaan, tapi sangat penting bagi kami dalam menyelenggarakan program pembangunan dan kemasyarakatan agar berjalan tertib,” sebutnya.
Gubernur Koster merasa bangga karena program ini pertama kali diterapkan di Bali dan menjadi bagian penting dalam revitalisasi penguatan sistem hukum di desa adat melalui Kerta Desa. “Ini patut kita apresiasi karena merupakan wahana baru dalam mempertemukan Kerta Desa dan hukum modern,” katanya.
Sementara itu, Kajati Bali Ketut Sumedana dalam paparannya menyampaikan, program ini merupakan implementasi dari buku yang ditulisnya pada tahun 2018. Dia menerangkan, pola penyelesaian masalah dengan pendekatan adat sangat pas diterapkan di Pulau Dewata. Melalui program ini, Kejati Bali ingin menggerakkan Perda Desa Adat.
“Konsepnya adalah bale kerta atau bale paruman,tempat bermusyawarah untuk penyelesaian konflik. Bisa konflik perdata seperti gugatan cerai, pembagian harta gono gini. Kalau di luar pidana, cukup dengan musyawarah mufakat. Tapi kalau pidana, itu ada klasifikasinya,” terangnya.
Pada kesempatan itu, Kajati Bali juga menyinggung keberadaan Ormas sebagaimana yang disampaikan Gubernur Koster. Menurutnya, jika lembaga adat dan pecalangnya kuat, Bali sejatinya tak membutuhkan Ormas.
Apresiasi terhadap pembentukan Bale Paruman Adhyaksa juga diutarakan Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa. “Kami menyambut baik dan mengapresiasi langkah cerdas dan strategis Kejati Bali dalam program pelayanan hukum di Desa Adat dengan tetap berpedoman pada hukum positif,” cetusnya.
Dia berharap, kehadiran bale paruman ini memberi pencerahan bagi bendesa adat, khususnya jajaran kerta desa. Jika berjalan optimal, ia yakin program ini mampu mengurangi jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan karena persoalan yang muncul di bawah bisa diselesaikan dengan musyawarah.
“Semoga kehadiran Bale Adhyaksa memotivasi kita semua dan hilir dari program ini adalah kondusifitas yang sangat kita butuhkan sebagai daerah tujuan wisata,” pungkasnya. (WIR)