NUSA DUA – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyoroti 5 (lima) strategi yang diperlukan untuk memajukan sukuk sebagai instrumen ekonomi syariah yang berkelanjutan.
“Dengan menerapkan kelima strategi ini, risiko dalam proses transisi ekonomi rendah karbon juga dapat termitigasi,” kata Gubernur BI, saat diskusi tingkat tinggi, yang juga merupakan side events Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Indonesia 2022, di Nusa Dua, Bali, Selasa (14/11).
Kelima strategi tersebut lanjut dia, mendorong komitmen bersama antara otoritas dan negara, mengembangkan atau desain proyek hijau, mengembangkan struktur pembiayaan hijau, memperkuat komunikasi, dan optimalisasi digitalisasi.
Acara yang bertema Leveraging on Sukuk for Sustainable Finance dan Islamic Finance and Digitalization ini, diselenggarakan BI bersama Islamic Development Bank, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, dan Saudi Arabia Monetary Authority.
Gubernur Perry juga menekankan 3 hal penting terkait digitalisasi ekonomi syariah (eksyar) yaitu, Indonesia melalui Presidensi G20 telah melangkah ke depan melalui berbagai inisiatif digitalisasi, Implementasi sistem pembayaran lintas negara melalui Regional Payment Connectivity (RPC) antara Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina menjadi terobosan yang bermanfaat bagi masyarakat, dan Digitalisasi akan terus didorong pada sektor ekonomi syariah, termasuk pasar sukuk serta bagi instrumen ZISWAF.
Hal senada disampaikan Gubernur Bank Sentral Arab Saudi, Fahad Al Mubarak yang mengatakan bahwa pasar ekonomi keuangan syariah yang besar memilki peluang yang perlu dimanfaatkan yaitu melalui penggunaan teknologi.
“Tentu masih perlu disadari besarnya tantangan yaitu inklusi keuangan. Arab Saudi sebagai pasar terbesar ekonomi syariah sendiri telah mengembangkan pasar produk dan layanan syariah serta mengimplementasikan digitalisasi yang dimulai dari sektor keuangan,” pungkasnya.
Dia berharap, negara-negara lain dapat mengembangkan ekonomi syariah melalui transformasi digital. Keuangan berkelanjutan dan digitalisasi sistem pembayaran menjadi bagian dari agenda pembahasan Jalur Keuangan Presidensi G20 Indonesia 2022.
“Pengembangan sukuk hijau berkelanjutan serta digitalisasi ekonomi keuangan syariah (eksyar) menjadi wujud implementasi dari kedua agenda dimaksud,” tandasnya.
Pihaknya menjelaskan, Indonesia dianggap berhasil untuk memimpin pengoptimalan keuangan syariah secara global melalui penerbitan sukuk hijau sekaligus sebagai instrumen operasi moneter. Sejalan dengan itu, pemanfaatan digitalisasi melalui penggunaan QRIS dan BI-FAST pada transaksi ritel baik komersial maupun sosial syariah seperti donasii ZISWAF (zakat, infak, shodaqoh, dan wakaf) terus meningkat.
“Dengan kemudahan, kecepatan, dengan biaya yang terjangkau, digitalisasi bermanfaat bagi industri halal,” jelasnya.
Para pembicara yang turut hadir dalam diskusi antara lain Presiden IsDB, Muhammad Al-Jasser, Deputi Gubernur Bank of England, Sir Dave Ramsden, Direktur dari Kementerian Keuangan RI, Suminto, Direktur SESRIC (Statistical, Economic and Social Research and Training Centre for Islamic Countries), Mazhar Hussain, Direktur Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Afdhal Aliassar, Akedemisi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Dian Masyita, perwakilan UNDP, Greget K. Buana, dan EVP Beyond Limits, David Liu.
Hasil dari diskusi diharapkan memberikan solusi konkrit dalam pengembangan sukuk dan keuangan syariah ke depan, khususnya melalui pemanfaatan teknologi digitalisasi.(WIR)