DENPASAR – Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, menjatuhi hukuman 15 tahun penjara, terhadap terdakwa Lazuardi Muddatsir (29), karena terbukti menjadi pengedar 6,4 Kg sabu, yang merupakan jaringan pemilik pabrik narkoba di Jakarta Utara, Fredi Pratama.
Dalam agenda pembacaan putusan, Selasa (5/11/2024), Ketua Majelis Hakim Adi Antara juga menjerat terdakwa Lazuardi, hukuman denda sebesar Rp10 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
“Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana permufakatan jahat melakukan tindak pidana mengedarkan narkotika dan melanggar Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (1) Undang- Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,” kata hakim.
Putusan hakim itu, lebih ringan 4 tahun dari yang dituntutkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gusti Lanang Suyadnyana, yaitu 19 tahun penjara. Pertimbangan hakim meringankan hukuman terdakwa karena bersikap sopan, mengakui perbuatannya, kooperatif, dan masih muda.
Pertimbangan memberatkan majelis hakim karena terdakwa sebelumnya merupakan mantan terpidana yang pernah dijatuhi putusan 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas kasus skimming kartu ATM di Cipinang.
Mendengar vonis hakim itu, terdakwa menyatakan menerima putusan hakim, sedangkan JPU menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim.
Dalam dakwaan jaksa, terungkap bahwa terdakwa diringkus Tim Direktorat Narkoba Bareskrim Polri di tempat kosnya, Jalan Gunung Taman Sari II C Nomor 88 Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, pada 2 Mei 2024 lalu. Tim Bareskrim Polri yang dipimpin oleh AKBP Andi Oddang Riuh melakukan penggeledahan dan menemukan barang bukti sejumlah paket shabu masing-masing dengan berat 1.063 gram, 1.067 gram, 1.062 gram, 1.069 gram, 1.059 gram, 1.063 gram, dan 94 gram.
Kasus ini berawal pada Maret 2024 ketika Lazuardi menghubungi seorang gembong narkoba bernama Fredi Pratama, (DPO dalam beberapa Tindak Pidana Narkotika yang sudah diputus sebelumnya) untuk meminta pekerjaan. Fredi pun menawarkan pekerjaan kepada Lazuardi di Bali, yang baru terwujud pada April. Terdakwa yang tanpa pikir panjang menerima pekerjaan itu, lantas dikirimi uang Rp 10 juta untuk biaya perjalanan dan akomodasi terdakwa menuju Jakarta oleh Fredi.
Sesampainya di Jakarta, terdakwa mengambil tas berisi shabu di sebuah kamar hotel yang telah disiapkan tanpa kunci. Barang haram tersebut kemudian dibawa ke Bali menggunakan perjalanan darat setelah Fredi mengirim tambahan uang Rp 5 juta. Dalam perjalanan, Lazuardi memindahkan shabu ke dalam koper dan menyewa kos-kosan di wilayah Sesetan, Denpasar.
Selama di Bali, terdakwa terus menerima instruksi dari Fredi untuk mendistribusikan narkoba di beberapa lokasi. “Fredi bahkan mengirim uang Rp 70 juta sebagai imbalan, yang sebagian digunakan untuk membeli motor sebagai kendaraan operasional.
Namun, aksi Lazuardi terendus polisi. Pada 2 Mei 2024, tim dari Mabes Polri menggerebek kos-kosan terdakwa di Sesetan dan menemukan 6,4 kilogram shabu, beserta sejumlah peralatan seperti timbangan, alat pres, dan berbagai perlengkapan lainnya.(WIR)