KLUNGKUNG – Menjelang diberlakukannya Hari Arak Tradisional Bali pada hari Minggu (29/1/2023) oleh Gubernur Bali, Wayan Koster, beberapa pembuat/produsen arak tradisional terus gencar berproduksi.
Para pembuat arak tradisional ini menggaku bangga dengan adanya Hari Arak Tradisional Bali yang digagas oleh Gubernur Bali Wayan Koster.
Bahkan seperti diketahui bersama saat ini minuman arak tradsisional Bali sudah ditetapkan sebagai bagian warisan budaya tak benda.
Namun realitanya walaupun pembuat arak tradisional Bali sampai saat ini tetap eksis, nyatanya pembuat arak tradisional ini mulai dilemahkan oleh arak yang diproduksi secara modern dengan proses permentasi.
Salah satu desa di Kabupaten Klungkung yang masih eksis memproduksi arak tradisional Bali sampai saat ini adalah Desa Besan, Kecamatan Dawan, Klungkung.
Masyarakat di desa Besan ini mengolah atau mendestinasi nira kelapa secara tradisional di dapur rumah mereka masing-masing untuk menciptakan minuman keras Arak Bali dengan kadar Alkohol 15 sampai 25 persen.
Salah seorang pembuat arak tradisional Bali asal Desa Besan, Nengah Karti, mengaku dalam kesehariannya memproduksi arak tradisional ini, dirinya menghabiskan bahan baku sebanyak 30 liter nira kelapa.
Lebih lanjut, sambil bekerja dirinya mengakui dari bahan baku tersebut dihasilkan sebanyak 10 liter atau 5 botol kemasan arak Bali.
Sehari saya menghabiskan bahan baku nira kelapa sekitar 30 liter, dan hasilnya didapat sebanyak 15 botol arak kemasan Tradisioanl Bali. “Itu didapat sekitar dua atau tiga kali seminggu,” jelasnya Sabtu (28/01/23)
Sementara itu untuk pemasaran dirinya masih mengandalkan pengepul atau menjual langsung ke warung warung tradisional yang ada di sekitar Desa Besan.
Dirinya sempat mengeluhkan realita dimana para pengecer saat ini lebih memilih produksi arak gula yang diproses secara modern dan harganya lebih murah.
Sedangkan kebanyakan pengrajin masih bertahan mengerjakan arak tradisional Bali ini dengan cara tradisional seperti ini.
Produksi arak tradisional kadang sulit bahan baku niranya, penjualan di sini kadang diecer di warung , saat ini macet sulit dijual, katanya “ada arak gula, itu lebih ngetren lebih laris, dan lebih murah dan katanya araknya keras,” ucap Karti.
Pembuat arak lain, Komang Sugianti, mengaku sudah menjadi pengrajiin tradisioanl Arak Bali selama 12 tahun lebih. Sementara untuk bahan baku arak, dirinya mengatakan bahan baku dibawakan dan dibeli dari petani setempat.
“Bahan baku kita beli dari petani di sini, yang kemudian diolah secara tradisioanl menjadi arak Bali seperti ini” terang Komang.
Menurut Komang Sugianti , dirinya memproses destilasi arak secara tradisioanl sejak pukul 10 pagi hingga pukul 19.00 Wita. Hasilnya yang didapat sebanyak 20 liter arak dari bahan baku nira sebanyak 70 liter.
“Sementara untuk pemasarannya dirinya mengakui sama diecer ke warung seputar desa terkadang ada pembeli yang datang kesini” ungkapnya. (009)