JAKARTA – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mempertanyakan keabsahan keterangan yang disampaikan eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, baik dalam berita acara pemeriksaan (BAP) maupun dalam sidang di pengadilan.
Hal itu disampaikan Hasto saat membacakan pleidoi dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI serta perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Dalam pembelaannya, Hasto mengutip isi BAP Wahyu bertanggal 6 Januari 2025 yang memuat pengakuan Wahyu soal percakapan dengan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah terkait dirinya.
“Saya (Wahyu) pernah mengobrol dengan Saudara Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah. Obrolan yang saya dengar dan ketahui pada saat itu adalah bahwa pada awalnya Saudara Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah memberikan keterangan jujur pada penyidik KPK, bahwa pada beberapa tahapan pemberian uang yang berasal dari Hasto Kristiyanto,” ujar Hasto.
Namun, Hasto menyebut keterangan itu kemudian berubah. “Tetapi kemudian mereka merubah keterangan tersebut bahwa uang suap dirubah bukan berasal dari Hasto Kristiyanto,” lanjutnya
Ia menyebut pernyataan Wahyu sebagai informasi baru yang tidak pernah muncul dalam persidangan perkara sebelumnya, termasuk putusan pengadilan dengan nomor 18 dan 28 Tahun 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap. Hasto juga menegaskan bahwa pernyataan Wahyu telah dibantah oleh sejumlah saksi, seperti Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, Agustiani Tio, dan Rahmat Tony Daya.
“Pertanyaannya, mengapa Wahyu Setiawan membuat keterangan baru meskipun keterangan tersebut tidak didukung oleh alat bukti, bahkan ditolak kebenarannya oleh saksi-saksi lain yang melihat, mengalami, dan mendengar secara langsung?” ucapnya.
Lebih jauh, Hasto mengungkapkan dugaan motif di balik munculnya pernyataan baru tersebut. Ia menyebutkan bahwa dalam BAP Wahyu Setiawan nomor 27 butir 2, tertera bahwa uang suap yang diterima Wahyu sebesar Rp200 juta berasal dari dua perkara berbeda dan digunakan untuk renovasi rumah di Banjarnegara.
Tak hanya itu, dalam BAP yang sama, tepatnya pada nomor 72 halaman 32 dari 34, disebutkan bahwa Wahyu mencairkan dana deposito senilai Rp4 miliar ketika menjabat sebagai Komisioner KPU.
“Kedua fakta di atas menjadi alasan pemanggilan Wahyu Setiawan pada bulan Desember 2023 dengan perihal tindak pidana pencucian uang (TPPU),” kata Hasto.
Ia menduga bahwa pemanggilan terkait TPPU tersebut menjadi tekanan tersendiri bagi Wahyu. “Undangan TPPU inilah yang menjadi bentuk ancaman sehingga akhirnya Wahyu Setiawan memberikan keterangan baru meskipun tidak terbukti kebenarannya di persidangan ini,” tandas Hasto.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjatuhkan tuntutan tujuh tahun penjara terhadap Hasto.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun,” kata jaksa dalam sidang pada Kamis (3/7/2025).
Selain pidana penjara, Hasto juga dituntut membayar denda sebesar Rp600 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan. (MK/SB)