JEMBRANA – Nelayan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, banting setir menjadi buruh bangunan. Pasalnya, mereka belum mendapatkan rekomendasi untuk membeli solar subsidi.
Mifta Surgana, seorang nelayan setempat, mengaku ia dan kawan-kawannya sesama nelayan sudah berbulan-bulan tak melaut. “Sudah empat bulan sepi melaut. Beberapa (nelayan) nekat melaut, namun hasilnya tidak optimal,” ujarnya, Kamis (11/4/2023).
Padahal, modal untuk melaut pun tidak mencukupi. Walhasil, beberapa nelayan itu melaut mengandalkan satu perahu slerek. “Perahu slerek biasanya beroperasi berpasangan. Tapi mereka nekat hanya menggunakan satu perahu, karena harga solar mahal,” jelasnya.
Akibatnya, hasil tangkapan pun tidak optimal. Ujung-ujungnya, nelayan merugi. Karenanya, sebagian nelayan beralih profesi menjadi buruh bangunan demi memenuhi kebutuhan hidup. “Banyak yang akhirnya jadi buruh bangunan untuk bertahap hidup,” katanya lirih.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jembrana I Made Widanayasa mengaku saat ini, proses pengajuan rekomendasi pembelian solar subsidi masih berlangsung. Namun, itu pun belum ada kepastian dari pemerintah.
“Kami terus berupaya mengurus rekomendasi pembelian solar subsidi, termasuk mengajukan permohonan di tingkat provinsi,” jelas Widanayasa.
Di sisi lain karena faktor cuaca, sehingga ikan saat ini masih langka. Karenanya, banyak nelayan memilih tidak melaut demi menekan kerugian lebih parah. “Ikan masih jarang, kondisi laut masih tidak memungkinkan. Sehingga, sebagian besar nelayan memilih untuk tidak melaut,” tutur dia.
Diharapkan, pemerintah memberikan perhatian dan solusi tepat bagi nelayan Desa Pengambengan yang menghadapi kesulitan. Sebab, Widanayasa menambahkan sebagian besar masyarakat Desa Pengambengan menjadikan nelayan sebagai profesi utama. (BIR/BIR/dtc)