DENPASAR – Setelah sempat tak diterapkan karena pandemi, Peraturan Daerah No 5 Tahun 2018 tentang retribusi tempat rekreasi dan olahraga mulai awal April akan dilakukan lagi dengan pemungutan kembali wisatawan yang mengunjungi obyek
Namun, Himpunan Pegiat Pariwisata di melihat masih banyak kendala di lapangan, utamanya adanya pungutan liar. “Ini sudah pungutan ganda, satu sisi resmi satu sisi lagi pungutan liar yang justru menimbulkan polemik dan stigma negatif pariwisata Nusa Penida,” kata ketua Himpunan Penggiat Pariwisata Nusa Penida ( HPPNP), I Putu Gede Suka Widana, Rabu (6/4) dikutip dari kumparan.
Untuk itu, HPPNP, melakukan melakukan komunikasi langsung dengan pihak terkait utamanya camat Nusa Penida, dinas Pariwisata dan juga mendatangi pihak Polsek Nusa Penida.
“Kami mendorong aparat penegak hukum untuk melakukan langkah-langkah preventif agar kisruh yang terjadi saat ini sesegera mungkin dapat diambil tindakan,” katanya usai audensi dengan Kapolsek.
Sementara Dewan pengawas HPPNP, Pande Bagus Gde Guna Sesana mengatakan hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja dan menjadi bahan publik yang akan membias dan menimbulkan kekisruhan khususnya bagi para pelaku pariwisata di Nusa Penida.
“Kami tidak mau dibawah dibenturkan, tolong pemerintah segera bersikap, dan jalankan aturan pungutan itu dengan baik, kata pak bupati pungutan satu pintu hanya Rp 25 ribu siasanya tidak ada, dan ini dilapanan masih terjadi,” katanya.
Pengaduan HPPNP ini, langsung diterima kapolsek dan segera melakukan komunikasi dan koordinasi dengan camat dan pemkab untuk selanjutnya diambil tindakan sehingga stigma negatif citra pariwisata Nusa Penida kembali kondusif.
“Kami bisa saja mengambil tindakan tegas terkait pungutan liar ini, sekarang pun bisa, tapi untuk menjaga kondusifitas kami harus bergerak bersinergi dengan pemerintah,” kata Kapolsek Nusa Penida, kompol I Gede Redastra.
Pihaknya akan berkoordinasi secepat mungkin, apakah nanti melalui pendekatan persuasif atau langsung tindak sesuai hukum dan peraturan yang berlaku. (sb)