BULELENG – Dua tradisi yang berkembang di Kabupaten Buleleng ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia, yakni tradisi Meamuk-amukan dan Tari Janger Kolok. Sertifikat WBTB tersebut diserahkan langsung oleh Gubernur Bali Wayan Koster kepada Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Buleleng Nyoman Wisandika saat penutupan Bulan Bahasa Bali di Denpasar, Sabtu (1/3/2025).
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng, Nyoman Wisandika, mengungkapkan penetapan WBTP tersebut diharapkan dapat memotivasi warga untuk menjaga dan melestarikan warisan leluhur. “Penetapan ini juga berpotensi meningkatkan kunjungan wisatawan ke situs-situs budaya, yang pada akhirnya dapat membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar,” ujarnya, Senin (3/3/2025).
Untuk diketahui, Meamuk-amukan merupakan tradisi perang api yang dilakukan oleh warga Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Tradisi ini dilakukan menjelang perayaan Nyepi.
Sedangkan, Tari Janger Kolok berasal dari Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. Sebagaimana Tari Janger pada umumnya, Tari Janger Kolok juga tergolong sebagai tari pergaulan. Hanya saja, tarian ini dibawakan oleh penyandang disabilitas di Desa Bengkala. Mereka menari menggunakan bahasa isyarat sebagai iringan.
Dengan penetapan dua tradisi tersebut, kini Buleleng telah memiliki 16 produk budaya yang diakui secara nasional sebagai WBTB. “Warisan budaya ini bukan sekadar tradisi, tetapi juga identitas kita. Dengan melestarikannya, kita menjaga warisan leluhur agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi mendatang,” imbuhnya.
Disbud Buleleng setiap tahunnya mengusulkan sejumlah produk kebudayaan setempat agar mendapat pengakuan dan perlindungan resmi. Tahun ini, Pemkab Buleleng mengusulkan tiga warisan budaya lainnya, yaitu Metempeng Gandong (permainan tradisional dari Desa Banyuning), Karya Alilitan (Desa Gobleg), dan Baris Bedog (tradisi pengiring upacara Ngaben di Buleleng). (DTC/SB)