DENPASAR – Ketua Umum IKB Wuamesu Ende Lio Bali Valerian Libert Wangge, melalui rilis yang diterima siaranbali.com menyampaikan catatan akhir tahun 2022 untuk BP Induk, BP Unit, dan BP Komunitas dalam naungan Wuamesu Ende Lio Bali.
Wuamesu Ende Lio Bali merupakan sebuah paguyuban diaspora yang menaungi warga Bali asal Kabupaten Ende, NTT di Pulau Dewata. Paguyuban yang telah berusia 42 tahun ini menaungi 8 unit dan 8 komunitas, dengan populasi warga yang terdata lebih kurang 2.000 jiwa.
“Tiga pekan lagi, kita akan meninggalkan tahun 2022 dan memasuki tahun baru 2023. Akhir tahun bagi banyak orang menjadi peristiwa sakral untuk memeriksa ulang seluruh hal yang pernah dilewati sepanjang tahun, untuk selanjutnya memeluk harapan yang lebih baru dan lebih baik di tahun yang baru,” ujarnya.
Varis, sapaan Valerian Libert Wangge, menggaris bawahi bahwa dalam konteks Wuamesu Ende Lio Bali, slogan Kita Bangkit Bersama menjadi slogan yang sepanjang tahun 2022 ini didengungkan. “Slogan ini tidak memakai diksi. Saya, aku atau kami, tetapi kita. Kita mewakili sebuah kolektivitas kebersamaan melampaui ego personal dan kelompok,” jelasnya.
Diksi ini juga mirip slogan tahun 2021 yang menjadi tema Mubes, 12 Desember 2020, Bersatu Kita Bangkit. Slogan yang sekiranya melekat dalam ingatan pribadi dan kolektif, karna ada di setiap lembar kaos yang warga Wuamesu Bali kenakan.
Diungkapkan, bahwa saat ini telah hadir kaos bertitel Wuamesu Bali Indonesia dengan siluet gambar Garuda Pancasila. Kaos ini hadir pertama kali di bulan Agustus 2022, menjelang perayaan ulang tahun RI, terinspirasi hadirnya Presiden Jokowi memimpin upacara peringatan kelahiran Pancasila, 1 Juni 2022 di Ende, bumi kita, rahim Pancasila.
Selain itu dikatakan, warga Wuamesu Bali mulai terbiasa dengan tagline Solid, Terdata, Tertata yang mewakili keinginan untuk bersatu dengan tata kelola organisasi yang lebih modern, rapi terpimpin berbasis kekuatan data yang terukur. “Apa pencapaian kita sepanjang tahun 2022 ini? dan apa harapan kita untuk tahun 2023 mendatang?”
Menurutnya, pencapaian itu harapan bersama yang terlaksana, sementara harapan itu adalah impian yang disuarakan. Jika harapan tidak diformulasikan lewat program giat yang nyata, maka akan tiba pada harapan yang kosong, maka kosong pula pencapaian.
“Untuk itu, Wuamesu Induk telah menggemakan visi praktis Wuamesu Bali Indonesia 2023: Solid, Terdata, Tertata,” tandasnya.
Ini artinya, harapan kita untuk tahun 2023 telah melampaui sekat batas paguyuban ini. Kita berharap demikian juga indikator pencapaian yang diraih di tahun 2023. “Tahun 2023 menjadi tahun ujian bagi persatuan Indonesia menuju perhelatan Pemilu Serentak, 14 Februari 2024,” tegasnya.
Sosok yang berprofesi advokat ini, mengungkapkan bahwa Solid itu artinya bersatu, terdata artinya berbasis data yang terukur secara sainstik, logis dan masuk akal, sementara tertata artinya rapi tersusun dalam satu gerakan bersama lewat relasi kepemimpinan yang harmoni, saling mengisi melengkapi perbedaan.
“Kita menyadari jika kita ini terdiri dari beragam unit, beragam komunitas, dan beragam kelompok. Kita juga menyadari jika keberagaman ini adalah kekuatan kita untuk mendekatkan akses pelayanan bagi sesama kita khususnya ketika antar kita mengalami kedukaan,” jelasnya.
Sehingga pencapaian di tahun 2022, bisa diukur dari sejauhmana soliditas dalam menyelesaikan setiap dinamika yang ada, sejauhmana persatuan untuk mengajak sesama untuk bangkit.
Juga sejauhmana rencana program berjalan dan memiliki impact positif, yang tidak sekedar berjalan lalu mewariskan relasi yang buruk, dan timbulnya ketidak percayaan karena buruknya tata kelola organisasi termasuk anggaran.
“Apabila pencapaian diatas bisa kita petakan, maka harapan yang lebih baru dan lebih baik di tahun 2023, bisa kita dengungkan bersama dengan indikator yang logis, masuk akal dan kongkrit. Dalam artian bukan sebuah harapan kosong tanpa desain program yang jelas, terang dan terukur,” jelasnya.
Valerian Libert Wangge mengaku tergelitik dengan sebuah narasi medsos di berandanya. Akar masalah utama sejak dulu itu karna Republik ini dibangun dengan visi misi yang berbeda beda dari negara, Presiden hingga Kades.
“Semoga hal seperti ini tidak terjadi di Wuamesu Bali, ketika Induk punya visi misi sendiri, ketum punya visi misi sendiri, unit punya visi misi sendiri, ketua unit punya visi misi sendiri, komunitas punya visi misi sendiri, ketua komunitas punya visi misi sendiri,” harapnya.
Visi misi yang berbeda beda ini, dipicu ego personal dan kelompok, akan menjadikan kita terlihat solid, nyatanya rapuh. Tampak terdata, nyatanya minim data dan seolah tertata, nyatanya amburadul.
“Jangan sampai, kita seolah bergerak maju, nyatanya cuma sedang maju mundur atau malah sedang jalan jalan di tempat,” kritiknya.
Catatan akhir tahun ditutup dengan harapan, sebelum mengakhiri tahun 2022 ini ada usaha untuk melakukan refleksi bersama, memeriksa kembali harapan dan pencapaian pada tahun 2022, sehingga bisa menyatukan cara pandang, visi misi dalam sebuah konsensus bersama untuk tahun 2023. (rls)