TABANAN – Dunia pariwisata di Kabupaten Tabanan, Bali, sedang berduka. Salah satu tokohnya, I Gusti Gede Aryadi, meninggal dunia pada 15 November 2022 dan akan dikremasi melalui upacara ngaben pada Sabtu (3/12/2022).
Mendiang Aryadi tidak bisa lepas dari objek wisata Tanah Lot. Pada awal dekade 80-an, ia merintis pengembangan objek wisata Tanah Lot yang kini dikenal di seluruh dunia.
“Pengembangan Tanah Lot (sebagai objek wisata) sekitar awal 1980-an,” jelas I Gusti Bagus Made Damara, putra sulung mendiang Aryadi, saat dijumpai di rumah duka, Jero Pandak, Desa Pandak Gede, Rabu (30/11/2022).
Pada saat yang sama, sambung Damara, mendiang ayahnya kebetulan menjadi Wakil Ketua Perhimpuhan Usaha Taman Rekreasi (Putri) Bali. Sedangkan di Tabanan, mendiang menjadi ketuanya.
Damara menyebutkan, mendiang Aryadi sejatinya awalnya tidak memiliki pengalaman di bidang pariwisata. Kiprahnya di awal justru lebih banyak berkecimpung di dunia usaha perdagangan sebagai pengusaha beras dan konstruksi.
“Mungkin karena dari muda suka berorganisasi, suka bergaul, akhirnya almarhum ayah saya dipercaya untuk merintis pengembangan Tanah Lot sebagai objek wisata,” ungkap Damar yang juga Ketua Perhimpunan Pengusaha Hotel dan Restoran (PHRI) Tabanan ini.
Mantan Bupati Tabanan kala itu, Sugianto, menggelar seminar pariwisata nasional untuk membuat rancangan arah pengembangan wisata di Tabanan untuk 25 tahun ke depan.
“Seminar mengenai pengembangan wisata berbasis desa. Itu zamannya Bupati Sugianto. Jadi kalau bicara wisata desa sebetulnya sudah ada zaman itu,” jelasnya.
Pada akhirnya, pengembangan objek wisata Tanah Lot di awal dekade 80-an menemukan formatnya. Terlebih sektor pariwisata di Bali mengalami masa-masa booming pada awal 1990-an.
Selain itu, mendiang Aryadi juga dipercaya sebagai Direktur Pengelola objek wisata Tanah Lot dari awal 80-an. Untuk menunjang akomodasi wisata di Tanah Lot, ia mendirikan hotel dan restoran Dewi Sinta.
Pengelolaan Tanah Lot pada masa itu kelak menjadi rujukan tempat-tempat wisata lainnya di Bali. Khususnya dari sisi kerja sama antara pemerintah daerah selaku pemilik aset yang dikelola oleh pihak ketiga.
“Sehingga banyak objek wisata lainnya, seperti Kintamani, belajarnya ke Tanah Lot. Jadi dulu, awalnya yang bikin parkir itu memang pemerintah daerah. Retribusinya dipungut pemerintah daerah. Tapi belakangan dikerjasamakan ke pihak ketiga,” jelasnya.
Di saat yang sama, kiprah mendiang Aryadi yang lulusan SMEA di Malang, Jawa Timur, pada sektor pariwisata terus dikembangkan. Bahkan terus berlanjut saat ia sudah berhenti sebagai Direktur Pengelola objek wisata Tanah Lot pada 2010 silam.
Aryadi yang lahir pada 2 Januari 1939 itu bahkan membentuk Yayasan Surya Wisata yang bergerak di bidang pendidikan untuk mencetak sumber daya manusia atau SDM yang memiliki kompetensi di bidang pariwisata.
“Jadi ayah saya itu semuanya modal pergaulan. Selain itu kebetulan ia diperintahkan bupati saat itu (untuk melakukan pengembangan wisata di Tanah Lot,” pungkasnya. (iws/has/dtc)