BADUNG – Di pengujung tahun 2022 Rumah Detensi Imigrasi Denpasar mendeportasi lima Warga Negara Asing (WNA) berkewarganegaraan Moldova. Pasalnya, keberadaan mereka meresahkan warga.
Kakanwil Kemenkumham Bali, Anggiat Napitupulu dalam siaran persnya di Denpasar, Selasa (20/12) lalu menyebut kelima WNA itu. Yakni, DD (44), EE (36), EE (32), beserta anak-anaknya DM (10) dan AE (6). Mereka dideportasi Rumah Detensi Imigrasi Denpasar karena melanggar Pasal 75 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
Sehingga dalam hal ini imigrasi melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian berupa pendeportasian kepada WNA tersebut. Untuk diketahui sebelumnya kelima WN Moldova tersebut menjadi subyek laporan masyarakat pada Maret 2022 silam yang dianggap meresahkan.
Kasusnya berawal ketika mereka berlima bersama 1 WN Rusia berinisial AD (24) menerobos dan memaksa masuk villa milik warga lokal di Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.
Berdasarkan informasi dari pemilik villa bahwa kala itu di penginapan miliknya kurang lebih sudah dua tahun tak beroperasi karena pandemi, ternyata dimasuki oleh orang asing tersebut dengan cara merusak pintu villa pada dini hari.
Paginya, pemilik dan pihak Desa Pererenan menemui para WNA tersebut dan mereka mengakui villa tersebut adalah miliknya yang diberikan Tuhan.
Berdasarkan hal tersebut pihak pemilik villa dan pihak Perbekel Desa Pereranan pun melapor ke kepolisian, serta Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar untuk dapat ditangani sesuai ketentuan yang berlaku.
Mereka pun dibawa ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar pada 28 Maret 2022 untuk dilakukan tindakan lanjutan sesuai ketentuan keimigrasian.
Selanjutnya, dikarenakan pendeportasian belum dapat dilakukan saat itu karena terkendala tiket dan paspor DD yang rusak terbakar dan paspor EE yang hilang maka Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar pada 29 Maret 2022 menyerahkan mereka ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar untuk didetensi dan diupayakan pendeportasiannya lebih lanjut.
Di tempat terpisah, Kepala Rudenim Denpasar Babay Baenullah mengatakan pada awal didetensi mereka kurang kooperatif dengan petugas dan tidak mau dipulangkan.
“Setelah hampir didetensi kurang lebih selama sembilan bulan dan kami rutin melakukan konseling dan melakukan pendekatan persuasif kepada yang bersangkutan, akhirnya mereka mau dipulangkan ke negara asalnya sehingga akhirnya dapat diupayakan koordinasi ke pihak kedutaannya di Tokyo dan keluarganya dalam penyediaan tiket pendeportasiannya dan penerbitan dokumen perjalanannya,” jelasnya.
Sedangkan untuk AD dan WN, warga Rusia sebagai komplotan mereka sudah dideportasi sebelumnya pada September lalu.
Sementara itu, Kakanwil Kemenkumham Bali, Anggiat Napitupulu menyampaikan bahwa pihaknya mengajak kepada masyarakat di seluruh wilayah Provinsi Bali turut mendukung visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dengan proaktif dan ikut memantau, serta dapat melaporkan berbagai jenis dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh WNA kepada pihak yang berwenang. Sehingga segera dapat diambil tindakan.
Kepada seluruh WNA yang berkunjung ke Bali diharapkan selalu berperilaku tertib dengan menghormati hukum, norma serta nilai budaya masyarakat Bali.
“Silakan menikmati keindahan Pulau Bali namun jika melakukan pelanggaran tidak akan ada tempat bersembunyi karena setiap pelanggaran akan ditindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku,” tegas Anggiat.
Anggiat Napitupulu menambahkan, WNA tersebut dipulangkan ke kampung halamannya di Moldova dengan menggunakan maskapai Turkish Airlines pada hari, Selasa (20/12/22) dari Bandara Internasional Ngurah Rai Bali dengan nomor penerbangan TK67 pada pukul 21.05 Wita dengan tujuan Denpasar-Istanbul dan nomor penerbangan TK269 dengan tujuan Istanbul-Chisinau.
Enam petugas Rudenim Denpasar mengawal dengan ketat dari Bali sampai mereka dideportasi. Selain dideportasi, khusus ketiga WNA dewasa tersebut juga dijatuhi Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Penangkalan dengan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf (a) dan (f) UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimgrasian.
“Setelah kami melaporkan pendeportasian, keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” tutup Anggiat. (SB/009)