TABANAN – Perupa muda asal Tabanan Gede Oka Astawa (33), menjadikan papan selancar atau surfing sebagai media lukisan. Lewat karya tersebut, Oka Astawa menyoroti soal isu lingkungan yakni sampah yang belakangan ini menjadi masalah vital karena mengotori kawasan pantai di Bali.
Ada 19 karya lukis di atas papan surfing yang telah ia ciptakan dari 2020 hingga menjelang akhir 2022. Saat ini, belasan karya lukis itu dipajang sebagai seni instalasi pada pameran yang diselenggarakan Komunitas Maharupa Batukaru di Amerta Villa and Resort, Pantai Pasut, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan.
Dalam pameran yang dibuka sejak Sabtu (3/12/2022) itu, Oka Astawa kebetulan menjadi satu dari 24 perupa muda yang berpameran hingga 15 Desember 2022 mendatang. “Ada 19 papan surfing. Itu saya buat dari pertengahan 2020 sampai beberapa bulan ini,” jelas Oka Astawa, Minggu (4/12/2022).
Seni instalasi itu diberi judul Art, Surf, and Marine Ecology. Judul itu dipilih Oka Astawa yang dalam beberapa tahun terakhir menaruh perhatian pada isu lingkungan sebagai gagasan untuk setiap karyanya.
“Sebelum ini saya juga bikin karya instalasi dari sampah kayu dan sandal bekas. Kemudian saya bentuk SOS,” tutur Oka Astawa.
Pemilik studio lukis Oka Art Foundation di Desa Pangkung Tibah, Kecamatan Kediri, ini mengaku sudah lama menaruh perhatian terhadap isu sampah dan menggarapnya sebagai konteks berkesenian. Ia mengaku mendapatkan tantangan ketika menjadikan papan surfing sebagai media lukisan.
“Karena (sampah) menjadi salah satu problem di pantai. Teman-teman saya yang suka surfing mengeluhkan yang sama,” ungkapnya.
Dengan mengangkat isu lingkungan, Oka Astawa hendak menjadikan karyanya sebagai alarm. “Sehingga ada kesadaran kolektif bahwa penting untuk menjaga ekosistem laut,” sahutnya.
Meski mengaku tidak bisa surfing, Oka Astawa melihat olahraga itu memiliki nuansa seni dari sudut pandangnya sebagai perupa.
“Buat saya, mereka yang suka surfing itu, menyajikan pemandangan visual buat saya. Bagaimana gerak mereka saat berselancar. Tetap berdiri di papan surfing. Begitu juga dengan ombak yang membuat surfing itu bisa dilakukan,” ulas jebolan ISI Yogyakarta ini.
Pemandangan visual yang dicerap Oka Astawa setiap pergi ke pantai di sore hari itu kemudian dialihkan sebagai karya rupa pada media papan surfing. Dan secara teknis ia memindahkan pengalaman visualnya itu secara ekspresif dengan merespon bentuk yang muncul tatkala menuangkan cat akrilik.
“Jelas beda antara melukis di atas kertas atau kanvas. Papan surfing itu kan dari fiber. Sehingga saya coba merespons reaksi cat saat dituangkan atau dipoles pada permukaannya,” sebutnya.
Menariknya, episode melukis di atas papan surfing yang dilakukan Oka Astawa ini juga muncul lantaran harus membantu teman-temannya yang bekerja sebagai instruktur surfing namun sempat macet akibat pandemi Covid-19.
“Awalnya ada beberapa teman yang jadi instruktur surfing menawarkan saya papan surfing agar bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Karena saat itu mereka tidak ada pekerjaan akibat pandemi Covid-19. Karena saya sendiri tidak bisa surfing akhirnya saya jadikan media lukisan,” pungkasnya. (nor/has/dtc)