Selasa, Juli 1, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pemprov Bali Segera Miliki Perda Bale Kertha Adhyaksa

DENPASAR – Pemerintah Provinsi Bali, menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Bale Kertha Adhyaksa, yang segera disahkan Juli 2025. Untuk itu, Gubernur Bali Wayan Koster mendorong DPRD Provinsi Bali segera menindaklanjuti draf yang telah disusun Kejaksaan Tinggi Bali, untuk dijadikan landasan hukum revitalisasi sistem penegakan hukum berbasis desa adat.

“Awal Juli kita bawa ke DPRD, akhir Juli harus selesai. Saya minta dalam waktu paling lama sebulan Perda ini sudah harus disahkan. Sehingga ada kepastian hukum untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di Desa-desa Adat dan Kelurahan,” kata Koster, dalam acara penandatanganan komitmen bersama Bele Kertha Adhyaksa tahun 2025 di Kantor Kejaksaan Tinggi Bali, Denpasar, Senin (30/6/2025).

Menurut Koster, kehadiran Bale Kertha Adhyaksa sangat selaras dengan semangat Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali dan juga pengakuan desa adat Bali dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali. Koster menyebut Bali adalah satu-satunya provinsi yang mendapatkan pengakuan eksplisit tentang desa adat dalam undang-undang.

“Ketika Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP mulai berlaku di 2026, saya pastikan Provinsi Bali yang paling siap. Karena kita sudah punya tatanan desa adat, dan sekarang akan kita hidupkan kembali fungsi hukumnya lewat Bale Kertha Adhyaksa,” ucapnya.

Gubernur juga mengusulkan agar Majelis Desa Adat Provinsi Bali mengambil alih tanggung jawab pelaksanaan Bale Kertha Adhyaksa di seluruh wilayah. Untuk mendukung implementasi konsep ini, Koster menjanjikan tambahan anggaran bagi desa adat.

Jika sebelumnya desa adat di Bali mendapat alokasi Rp 300 juta per tahun, maka akan dinaikkan menjadi minimal Rp 350 juta. Anggaran itu salah satunya akan dipakai untuk menyediakan fasilitas fisik Bale Kertha Adhyaksa di masing-masing desa, seperti ruangan sidang adat atau balai pertemuan kertha desa.

Koster menegaskan, jika Bale Kertha Adhyaksa berjalan efektif, maka akan mampu mengurangi beban perkara di kepolisian dan kejaksaan, serta menyelesaikan banyak persoalan hukum ringan di tingkat lokal secara cepat, adil, dan sesuai nilai-nilai budaya Bali.

“Ini akan membuat masyarakat lebih tertib hukum, tetap hidup harmonis, dan tata kelola pemerintahan makin bagus,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Dr Ketut Sumedana menegaskan, Bale Kertha Adhyaksa bukanlah lembaga baru yang berdiri sendiri di luar struktur adat. Lembaga ini justru menjadi bagian integral dari sistem kelembagaan desa adat yang telah diwariskan secara turun-temurun di Bali. Dalam pelaksanaannya, Kejaksaan hanya bertindak sebagai fasilitator dan penasihat (advisor), bukan sebagai aktor utama.

“Kami hanya mendampingi. Kalau bisa diselesaikan oleh desa adat sendiri, kita tidak perlu berperan apa-apa. Bahkan kalau sudah berjalan baik, Kejaksaan tidak perlu ada di sana lagi,” tutur Kajati.

Ia menjelaskan, penyelesaian perkara melalui Bale Kertha Adhyaksa dikhususkan bagi persoalan-persoalan ringan yang menyangkut kehidupan sosial masyarakat, bukan tindak pidana berat atau kasus yang menyangkut kerugian negara. “Kalau korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, tetap hukum positif yang dipakai. Ini (Bale Kertha Adhyaksa) bukan untuk menggantikan sistem hukum nasional. Perkara-perkara berat tetap kami proses secara hukum,” tegasnya.

Sistem ini mengedepankan penyelesaian masalah melalui musyawarah, melibatkan bendesa adat, Sabha desa, dan kertha desa. Kajati menyebut, ini adalah bentuk nyata dari konsep ultimum remedium, di mana pengadilan menjadi jalan terakhir jika upaya penyelesaian adat tidak mencapai mufakat. “Harapan kita keadilan itu ada di masyarakat, bukan di ruang sidang. Kalau masalah bisa diselesaikan di desa, ya selesaikan di sana,” ujarnya.

Ditambahkan, Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet dan Anggota DPD RI asal Bali Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra juga menyampaikan apresiasi atas komitmen ini. Menurut mereka, Bale Kertha Adhyaksa merupakan benteng terakhir pelestarian sistem hukum adat Bali yang harus dijalankan secara konsisten, didukung penuh masyarakat adat, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum.

“Desa adat adalah warisan yang telah menjaga harmoni Bali selama berabad-abad. Kini saatnya kita memberi ruang dan kekuatan hukum agar nilai-nilai itu tetap hidup dan bermanfaat untuk masa kini,” ujar Sukahet. (WIR)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER