BADUNG – Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB) I Wayan Puspa Negara mengaku kecewa dengan Gubernur Bali Wayan Koster yang menolak tim kesebelasan Israel bertanding dalam Piala Dunia FIFA U-20 di Pulau Dewata. Menurut Puspa, pernyataan Koster amat bertentangan.
“Sungguh, sangat paradoks surat penolakan gubernur atas kehadiran tim sepakbola U-20 Israel di Bali kepada Menpora, sehingga menimbulkan situasi tak menentu dan kegundahan masyarakat luas, pecinta bola, dan pelaku pariwisata,” tutur Puspa, Selasa (28/3/2023).
Pasalnya, ia menilai Koster telah berjuang membawa Bali sebagai salah satu venue drawing perhelatan FIFA World Cup U-20. “Yang luar biasa baru ini rencana drawing dilaksanakan di luar Swiss, yaitu di Bali,” imbuh dia.
“Kita patut apresiasi tinggi langkah gubernur Bali saat itu. Bahkan, sangat jelas penyampaian gubernur Bali bahwa terpilihnya Bali sebagai lokasi official draw FIFA U-20 dan tuan rumah Piala Dunia 2023 akan berkontribusi besar di dalam mempercepat pemulihan pariwisata dan ekonomi Bali,” lanjut Puspa.
Tak cuma itu, di awal-awal, bahkan gubernur Bali, kata Puspa, sempat berharap acara drawing dan perhelatan World Cup U-20 bisa berlangsung aman, damai, lancar, dan sukses. Sampai-sampai Bali berbenah menata sejumlah fasilitas.
“Untuk kesuksesan acara drawing tersebut, gubernur Bali berkomitmen penuh memperbaiki Gedung Ksirarnawa dan penataan kawasan taman budaya sesuai persyaratan yang ditentukan FIFA dan memastikan pekerjaan diselesaikan di pertengahan Maret dengan biaya penuh dari APBD Bali,” cetusnya mengingatkan.
Namun, situasinya berbanding terbalik dengan surat gubernur Bali kepada Menpora yang menyatakan penolakannya terhadap kedatangan tim Israel. Dalam surat itu, Koster beralasan menolak kehadiran Israel karena kebijakan politiknya terhadap Palestina. Kebijakan tersebut juga dinilai tak sejalan dengan pemerintah pusat.
“Sungguh sangat paradoks dengan langkah perjuangan dan persiapan yang sudah sangat matang bahwa kami pelaku pariwisata sangat mengimpikan perhelatan FIFA World Cup U-20 jadi momentum penguatan dan kecepatan recovery (pemulihan) pariwisata,” ungkapnya.
Apalagi, Puspa mengingatkan saat ini pemulihan pariwisata di Kuta, Badung, Bali, hanya sekitar 36,5 persen dari kondisi normalnya. “Kami belum normal. Setengahnya pun belum. Oleh karena itu, kami tetap berharap ajang World Cup U-20 tetap jalan sesuai agenda FIFA,” terang Puspa.
“Toh, secara resmi belum ada statement (pernyataan) dari FIFA atas pembatalan drawing dan pembatalan eventnya,” ungkapnya.
Kalau pun hanya drawing yang dipindahkan, ia menilai tidak masalah. “Namun, jika sampai perhelatan FIFA World Cup U-20 dibatalkan dan dialihkan ke negara lain, maka runtuh-lah harapan kami,” tegasnya.
Belum lagi, event World Beach Game di Bali yang akan digelar pada 5-12 Agustus 2023, yang akan menghadirkan atlet dari Israel. “Lalu, apakah ini juga akan dipersoalkan?” tanya Puspa.
“Padahal, 20-22 Maret 2023 telah hadir di Bali delegasi Israel dalam Inter-Parliamentary Union, dan aman-aman saja. Kenapa justru di saat momentum kehausan bangsa ini akan sepakbola ada persoalan dengan Israel?” ujarnya bertanya.
“Apakah tidak ada jaminan keamanan dari negeri ini? Atau Bali tidak mampu menjaga keamanan saat drawing dan event berlangsung? Buktinya G-20 ada Rusia dan Ukraina malah berjalan sukses dan lancar,” imbuhnya.
Puspa pun menegaskan olahraga sepakbola menjunjung sportivitas dan menepikan politik, intoleran, dan rasial. Terutama, Bali dikenal sebagai pulau yang damai, nyaman.
“Kenapa harus terjadi penolakan ini? Hanya gubernur yang tahu! Tetapi kami sangat kecewa dengan surat tersebut yang tidak merepresentasikan wajah Bali pada umumnya,” tegas Puspa.
Ia juga menyarankan agar Koster kembali melihat government guarantee yang pernah disampaikan dan meraih kembali surat itu dengan segera dan berikan segera government guarantee itu pada FIFA. “Lihat lah Solo langsung menyatakan siap menjadi tempat drawing, kenapa Bali menolak?” pungkasnya. (BIR/irb/dtc)