DENPASAR – Restoring justice, transforming nation adalah makna yang diambil dari kitab amos 5;24 berbunyi “Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir”.
Itulah tema dari Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPHKI) penyelenggara Indonesia Justice Conference (IJC) 2023 yang akan berlangsung di Menorah Hall Lembah Pujian pada tanggal 30 Juni dan 1 Juli tahun ini. Dengan komposisi kepesertaan yang berfokus pada mahasiswa hukum antar kampus hukum, terbuka untuk para anggotanya, para praktisi, akademisi dan pekerja di bidang hukum.
Topik yang nantinya diangkat pada saat acara ini berlangsung sangat menarik salah satunya, di hari pertama ada tentang menegakkan hukum dengan professional serta integritas dan mendorong pembahasan pengesahan RUU mediasi dengan restoratif justice. Di hari kedua tentang tantangan geopolitik serta pluralisme dalam perspektif Pancasila dan transformasi bangsa melalui pembaruan Hukum yang berkeadilan.
PPHKI menyadari bahwa tugas untuk menghadirkan kerajaan-Nya di tengah bangsa ini sangat tepat diwujudkan dengan semangat nasionalisme sebagai bentuk tanggung jawab dan rasa syukur kita atas karunia Tuhan. Menghadirkan kerajaan Allah di bidang hukum akan diwujudkan dengan adanya pemenuhan keadilan lewat panggilan para profesi dan praktisi hukum sebagai terang dan garam di tengah masyarakat.
“Menurut saya acara ini merupakan wadah yang baik untuk memahami lebih jauh terhadap permasalahan hukum dan keadilan. Kemudian, sebagai mahasiswa ingin mendengar dan melihat bagaiamana pandangan pembicara terkait keadilan baik dari persepektif hukum dan juga apa yang dinyatakan dalam firman Tuhan pada Alkitab,” Ungkap Natalia Clara Situmorang, ketua Jesus Fan Club (JFC).
Tujuan diselenggrakannya acara IJC salah satunya untuk membuat komitmen para profesional dan praktisi hukum memberikan kontribusi terhadap pembangunan, serta transformasi hukum di Indonesia.
Di antaranya, mentoring rohani maupun komunitas di bidang hukum, pemerhati kebijakan publik untuk memperlengkapi gereja, maupun memberi rekomendasi kepada pemerintah untuk mengadministrasikan keadilan di Indonesia.
“Saya tertarik melihat tema yang dibawakan yaitu restoring justice, transforming nations, terkait hal tersebut akan sangat berguna bagi kami sebagai penerus bangsa di masa depan serta memahami apa sebenarnya keadilan itu sendiri. Terlebih lagi acara ini diadakan oleh salah satu Gereja dimana Bapak pendeta Timotius sendiri akan terjun secara langsung, membuat saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini,” tutup Ketua Persekutuan Mahasiswa Kristen Fakultas Hukum Universitas Udayana (PMK FH Unud) tersebut.
Profil singkat salah satu narasumber Pdt Ir Timotius Arifin Tedjasukmana seorang senior pastor of GBI Rock Ministry. Lahir di Surabaya, 28 Juni 1951, memiliki seorang istri yang sangat dikasihinya bernama Fifi Sarah Yasaputra, beliau akrab di sapa Daddy oleh anak-anak rohaninya.
Memulai pelayanan gereja di Bali pada tahun 1989 dengan hanya lima orang keluarga di Denpasar, sampai saat ini telah menggembalakan sekitar lima belas ribu jemaat yang tersebar di seratus lima puluh (150) cabang ROCK ministry di Indonesia, Asia, Timur Tengah dan Australia.
Beliau dikenal sebagai pengkhotbah yang cakap dan diurapi dengan hati penginjil serta rasul yang segar bagi pelayanan pujian dan penyembahan di kota-kota besar seperti Surabaya dan Denpasar. Bergerak dalam pelayanan Bapa-Anak atau Fatherhood-Sonship berfokus pada kebutuhan utama yang sangat mendesak bagi para pemimpin muda ataupun senior akan bapak rohani yang bisa menjadi mentor dari para pemimpin, hari-hari melakukan pelayanan di GBI ROCK Lembah Pujian, Denpasar-Bali.
“Saya melihat kebutuhan utama para pemimpin muda ataupun senior adalah bapak rohani dan mentor-mentor yang dilatih untuk melatih pemimpin yang lain. Itu sangat mendesak, tugas saya membangkitkan bapak-bapak rohani yang bisa menjadi mentor dan bapak rohani dari para pemimpin. Saya juga melihat ada pergeseran, hari ini orang tidak lagi bicara gereja, tetapi kerajaan surge istilahnya from the Church age to the Kingdom age,” ungkapnya dari sumber majalahgaharu
Banyak yang tidak mengetahui bahwa Pendeta Timotius Arifin Tedjasukmana terlahir dari keluarga yang belum mengenal Tuhan Yesus, masa lalunya penuh dengan kesulitan yang mendera. Mulai dari rumah tangganya yang di ujung kehancuran, masalah di dunia bisnis, hingga berbagai penyakit yang mendera tubuh, namun perkenanan tuhan Yesus begitu hebat dan menaunginya, ketika dirinya mau menerima sang juru selamat dalam perjumpaan yang dramatis di sebuah rumah sakit di Surabaya, hidupnya diubahkan, pergumulan rumah tangga dan segala sakit serta penyakitnya tuntas disembuhkan. (WAYAN ARTANA)