JEMBRANA – Proyek Tol Gilimanuk-Mengwi di wilayah Banjar Sumbermis, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana ternyata sudah sebulan mandek alias mangkrak. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang warga setempat, Nengah Rita (53).
Rita membeberkan pengerjaan jalan tol sudah berhenti sejak sebulan lalu. Beberapa pekerja juga sudah tidak berada di lokasi. “Sudah sebulan ini mangkrak. Seluruh pekerja lokal juga mengeluh,” kata Rita kepada detikBali, Sabtu (11/3/2023).
Rita mengungkapkan sejumlah pekerja proyek mengaku pembayaran proyek tersebut macet. “Kalau cerita dari beberapa pekerja di sana, (mangkrak) karena pembayaran yang macet, sehingga disetop,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Jembrana I Wayan Sudiarta mengaku tidak mengetahui perihal penghentian pengerjaan tol tersebut. Ia berdalih sedang berada di luar daerah.
“Saya masih di Jakarta ini, mengenai hal itu adalah ranah konsorsium dalam hal ini adalah rekanan tol,” ujar Sudiarta.
Terpisah, Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Kerta Bali Saguna (KBS) Nyoman Kami Artana juga belum dapat dikonfirmasi terkait mangkraknya proyek tersebut. “Nanti-nanti ya, kami masih ada pertemuan,” ujarnya singkat.
Diketahui, pengerjaan ruas jalan tol tersebut berada di lahan milik Perumda Bali. Proyek dimulai dengan proses perataan lahan. Groundbreaking atau peletakan batu pertama sendiri sudah dilakukan pada 10 September tahun lalu di Banjar Sumbermis, Pekutatan.
Dari informasi, perataan lahan jalan tol yang akan membentang sepanjang Gilimanuk-Mengwi itu sudah mencapai empat kilometer lebih. Di luar lahan milik Perumda, saat ini progres pembangunan tol masuk tahap pembebasan lahan warga yang terkena jalur tol.
“Sebagaimana disampaikan Bapak Gubernur I Wayan Koster bahwa pembangunan Jalan Tol Jagat Kerthi Bali tetap lanjut,” ujar Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jembrana I Komang Wiasa, dikonfirmasi detikBali, Rabu (15/2/2023).
Wiasa menjelaskan saat ini sedang proses penyiapan dokumen oleh Badan Pertanahan Negara (BPN) dan pengukuran lahan warga yang akan dibebaskan. “Untuk pembebasan lahan ditangani langsung oleh Pemprov Bali. Jadi, kami ini sifatnya hanya sebagai pendukung,” tutur Wiasa.
Ia menyebut lahan yang sudah dibebaskan seluas 80 hektare (ha) dengan pembayaran ganti rugi Rp 21 juta per are (per 100 meter). “Sementara, untuk lahan milik warga saat ini masih proses pematokan. Itu semua nanti Kementerian PUPR yang akan menangani,” imbuhnya.
Diharapkan, 50 persen lahan warga sudah bisa dibebaskan pada tahun ini. Sehingga, proses selanjutnya bisa berjalan sesuai tahapan. (hsa/efr/dtc)