Kamis, Mei 29, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ratusan Mahasiswa Bali Menolak Efisiensi Anggaran Pendidikan

DENPASAR – Ratusan mahasiswa dari Aliansi Bali Tidak Diam (gabungan dari 13 fakultas di Unud serta organisasi mahasiswa lain dari berbagai kampus), menolak efisien anggaran pendidikan, saat melakukan aksi damai, di DPRD Bali, Senin (17/2/2025).

Aksi dipimpin Wakil Presiden BEM Unud I Ketut Indra Adiyasa, bersama 250 orang mahasiswa, diterima Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, Wakil Ketua III Komang Nova Sewi Putra, Ketua Komisi III Nyoman Suyasa, Ketua Komisi IV I Nyoman Suwirta.

Firmansyah peserta aksi dalam orasinya mendesak negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945.

“Dengan adanya kebijakan efisiensi ini, meskipun secara teknis alokasi anggaran tetap 20 persen, namun pemotongan dalam bentuk efisiensi anggaran dapat mengurangi pendanaan untuk sektor pendidikan. Potensi kebijakan ini, dapat berujung pada penghapusan beasiswa KIP-K serta kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT),” katanya.

Dengan efisiensi ini, kata dia, akan ada potensi penghapusan beasiswa pendidikan dan potensi naiknya UKT. Selain itu Firmansyah menyoroti pemotongan anggaran riset di bidang sains dan teknologi yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dana riset tersebut berperan penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

Ditambahkan Wakil BEM Unud Indra Adiyasa, menjelaskan aksi ini berfokus pada kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan yang berpotensi berdampak pada berbagai sektor, termasuk pemotongan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), pengurangan dana perkuliahan di perguruan tinggi, serta pembatasan program kerja organisasi mahasiswa oleh rektorat.

Menurut dia, pendidikan dan kesehatan yang seharusnya menjadi prioritas utama justru ditempatkan sebagai sektor pendukung demi program lain. Oleh karena itu, mahasiswa menuntut pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan efisiensi anggaran ini dan memastikan bahwa pendidikan serta kesehatan tetap menjadi prioritas utama dalam kebijakan negara.

“Jadi kalau kita membayangkan ke depannya bagaimana skemanya dari apa yang kita lihat datanya ada pemotongan anggaran di bagian KIPK terus di bagian dana perguruan tinggi, jadi itu yang menjadi fokus kami, jikalau Inpres ini disahkan dan diketok palu itu tentu akan langsung berdampak ke semuanya seperti apa yang kita perkirakan dan kaji dari awal,” katanya.

Sementara itu, Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi mahasiswa terkait penolakan terhadap pemangkasan anggaran pendidikan yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran.

“DPRD Bali akan menyampaikan aspirasi ini dalam bentuk surat resmi kepada Presiden RI melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” tegasnya.

Wakil Ketua III DPRD Bali, I Komang Nova Sewi Putra, siap mendukung tuntutan mahasiswa. Mengingatkan, anggaran pendidikan tidak boleh dikurangi dan menolak jika sektor pendidikan dijadikan sebagai alat politik.

Dalam aksi damai itu, mahasiswa membawa lima tuntutan ke DPRD Bali. Pertama, mendesak pemerintah untuk mencabut Inpres Nomor 1 Tahun 2025 serta Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 yang mengatur efisiensi anggaran kementerian dan lembaga.

Kedua, menuntut agar pemerintah segera mengkaji ulang program makan siang bergizi gratis dan menempatkan sektor pendidikan serta kesehatan sebagai prioritas utama dalam kebijakan anggaran negara.

Ketiga, mendesak pemerintah untuk segera membayarkan dan menganggarkan tunjangan kinerja dosen atau tukin yang belum dibayarkan, sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam memenuhi hak dosen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Keempat, menolak keterlibatan perguruan tinggi dalam mengurus izin tambang, sebagaimana diatur dalam pembaruan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Menurut mereka, perguruan tinggi seharusnya berfokus pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, bukan pada urusan perizinan tambang yang dapat mengalihkan fungsi utama institusi pendidikan.

Terakhir, mahasiswa menuntut Presiden Prabowo, untuk melakukan pemerataan pendidikan melalui akses pendidikan tinggi bagi seluruh masyarakat Indonesia, demi terwujudnya cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.(WIR)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER