Kamis, Desember 26, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Rupiah Makin Tergelincir, Efek Kenaikan Harga Beras 

JAKARTA – Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS dibuka merosot pada Rabu 28 Februari 2024. Kurs rupiah tertekan kekhawatiran bahwa harga beras yang tinggi dapat memicu inflasi domestik.

Pada awal perdagangan, rupiah tergelincir 10 poin atau 0,06 persen menjadi 15.656 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya yang sebesar 15.646 per dolar AS.

“Rupiah tertekan oleh kekhawatiran bahwa harga beras yang tinggi dapat memicu inflasi,” kata Analis Mata Uang Lukman Leong dikutip dari Antara, Rabu (28/2/2024).

Investor mengharapkan harga beras bisa segera stabil dan turun, karena dikhawatirkan akan menyebabkan efek spiral kenaikan harga pada komoditas lainnya.

Harga beras premium di sejumlah wilayah di Indonesia mencapai Rp15.000 sampai dengan Rp16.000 per kilogram. Namun, pemerintah tidak akan melakukan penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) komoditas pokok tersebut.

Pelaku pasar juga menantikan laporan inflasi Indonesia untuk Februari 2024. Inflasi Februari diperkirakan akan naik 0,2 persen month on month (mom) dan 2,58 persen year on year (yoy). Inflasi yang disumbangkan beras diperkirakan akan lebih besar daripada Januari yang ketika itu menyumbangkan 0,64 persen.

Selain itu, rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar AS karena investor mengantisipasi kejutan pada serangkaian data ekonomi Amerika Serikat (AS) pekan ini seperti produk domestik bruto (PDB) malam ini dan inflasi Indeks Harga Belanja Personal (PCE) besok.

Lukman memperkirakan kurs rupiah bergerak di kisaran 15.600 per dolar AS sampai dengan 15.700 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

Indeks dolar Amerika Serikat atau USD kembali melemah di awal pekan pada Selasa, 27 Februari 2024. Beberapa komentar dari pejabat Federal Reserve memperkuat gagasan pelemahan USD, karena mereka memberi isyarat bahwa bank sentral AS tidak terburu-buru untuk melonggarkan kebijakannya.

“Dolar AS tetap mendekati level tertinggi tiga bulan karena gagasan ini,” ungkap Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka dalam paparan tertulis dikutip Selasa (27/2/2024).

Saat ini, pasar berfokus pada data indeks harga PCE yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed, dan diperkirakan akan menunjukkan angka yang masih stagnan.

Hal itu memberikan sedikit dorongan bagi The Fed untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga.

“Sebelumnya, pembacaan kedua data PDB kuartal keempat diperkirakan akan menunjukkan sedikit perlambatan pada perekonomian AS, namun tidak sampai pada titik di mana The Fed akan terdorong untuk melakukan pelonggaran kebijakan,” papar Ibrahim.

Selain itu, indeks harga konsumen masih sedikit lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Januari 2023.

Adapun Bank of Japan yang diperkirakan akan mengakhiri pengendalian kurva imbal hasil dan kebijakan suku bunga negatifnya pada tahun ini, karena inflasi yang tinggi berpotensi memberi bank sentral lebih banyak dorongan untuk melakukan hal tersebut secepatnya.

“Namun memburuknya kondisi perekonomian di Jepang berpotensi menunda rencana BOJ, terutama karena perekonomian secara tak terduga jatuh ke dalam resesi pada kuartal keempat,” kata Ibrahim. (Ant/SB)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER