DENPASAR – Persoalan sampah di Bali tidak bisa diabaikan lagi karena sudah menjadi masalah yang krusial. Penangan sampah sudah seharusnya dijadikan sebagai program prioritas bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
Hal itu diungkapkan co-founder of Eco Tourism Bali, Rahmi Fajar Harini. Menurutnya, permasalahan sampah harus segera diatasi di tengah kedatangan wisatawan yang makin banyak ke Pulau Dewata.
“Wisatawan yang datang makin banyak, populasi di Bali bertambah, tetapi solusi untuk sampah di Bali tidak ditingkatkan, itu masalah besar,” kata Rahmi, Kamis (28/11/2024) dilansir dari detikTravel.
Rahmi berharap siapa pun yang terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bali dapat menjadikan penanganan sampah sebagai program prioritas. Terlebih, Bali sudah melakukan pungutan terhadap turis asing.
“Dana sudah ada, APBD untuk pengelolaan sampah sudah ada, bisa ditambah dari pungutan turis asing itu. Sampai saat ini sudah lebih dari Rp 100 miliar, seharusnya itu bisa digunakan,” ujar Rahmi.
Rahmi memaparkan sejumlah langkah yang harus ditempuh pemerintah agar masalah sampah teratasi. Menurutnya, pemerintah harus menyiapkan infrastruktur, pengangkut sampah yang sesuai dengan jalanan sempit di Bali, penggunaan plastik sekali pakai, insentif kepada yang sudah melakukan langkah peduli sampah. “Contohnya sudah banyak, daerah lain atau pun komunitas di Bali,” ungkap Rahmi.
Rahmi menilai edukasi kepada pemerintah dan warga juga penting. Sebab, ada perubahan kebiasaan warga dalam menggunakan kemasan dan persembahan keagamaan. Selain itu, perlu dibuat edukasi untuk semua kalangan, pemerintah, warga, dan kepada wisatawan.
“Kalau bicara kebiasaan di pasar dan seremoni, dahulu 20-30 tahun lalu, semua masih menggunakan kemasan persembahan yang degradable, tetapi kini banyak coffee shop, jajan pasar yang dikemas dengan plastik, permen dibungkus plastik, termasuk persembahan yang cepat saja. Dahulu enggak. Dan, itu dilakukan per orang per hari. Makanya, itu menjadi sumber sampah yang lumayan tinggi,” ungkap Rahmi.
“Dahulu ada pergub penggunaan plastik sekali pakai, sedikit bisa menekan penggunaan plastik, tetapi disikapi dengan kantong belanja yang dijual massal. Jadi, kalau lupa bawa langsung beli, lama-lama jadi sampah juga. Artinya, warga belum menyadari mereka part of solution soal sampah ini,” tambah Rahmi.
Kemudian, edukasi perlu diberikan kepada pengusaha pariwisata, termasuk hotel dan restoran, serta kafe. Kemasan plastik dan memilah sampah sudah semestinya menjadi sebuah keharusan pada tempat-tempat itu.
“Hotel, restoran, dan kafe harus memilah sampah dan sudah semestinya untuk masing-masing mampu mengelola sampah organik. Sudah banyak percontohan pengelolaan sampah organik. Bisa jadi pakan, kompos, dan lain-lain. Untuk sampah anorganik dipisahkan. Akan lebih baik jika pemerintah mampu memberikan insentif dan solusi sampah anorganik itu dibawa ke mana dan diapakan,” jelas Rahmi. (dtc/sb)