JAKARTA — Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, terungkap bahwa fasilitas pembebasan bea masuk diberikan bukan karena penugasan, melainkan dalam konteks penanaman modal.
Hal ini disampaikan oleh Roro Reni Fitriani, Direktur Pelayanan Fasilitas Berusaha di Kementerian Investasi/BKPM, saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).
“Pembebasan bea masuk tidak ada hubungannya dengan penugasan. Hal ini sesuai dengan yang tertulis dalam surat keputusan pembebasan bea masuk,” kata Roro dalam kesaksiannya.
Ia menjelaskan bahwa fasilitas tersebut diberikan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai pembebasan bea masuk untuk impor mesin dan barang-barang dalam rangka pembangunan atau pengembangan investasi.
Dengan demikian, perusahaan-perusahaan yang mendapat penugasan (termasuk BUMN) untuk mengimpor gula guna menstabilkan harga, tidak otomatis mendapatkan fasilitas ini jika tidak terkait penanaman modal.
Roro menegaskan, fasilitas yang diberikan BKPM hanya berlaku untuk perusahaan dalam rangka investasi, bukan untuk pelaksanaan penugasan menjaga stabilitas harga gula yang menjadi tanggung jawab kementerian teknis lainnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Tom Lembong menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 578,1 miliar, berdasarkan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tertanggal 20 Januari 2025. Kerugian tersebut terkait dengan kegiatan impor gula pada periode 2015–2016 saat Tom menjabat Menteri Perdagangan.
Dakwaan juga menyebut bahwa dari jumlah tersebut, sekitar Rp 515,4 miliar diduga memperkaya pihak lain atau korporasi. Namun, jaksa tidak merinci dari mana asal sisa kerugian negara sebesar Rp 62,7 miliar.
Rincian kerugian negara itu berasal dari dua sumber: pertama, harga pembelian gula yang terlalu tinggi oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) dalam kegiatan stabilisasi harga melalui operasi pasar; dan kedua, kekurangan pembayaran bea masuk serta pajak dalam rangka impor (PDRI).(MK/SB)