BANGLI – Kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Bangli, I Wayan Agus Wirawan kaget dengan laporan perubahan warna air Danau Batur yang menurutnya jarang terjadi pada awal tahun.
Biasanya fenomena perubahan warna Danau Batur terjadi di musim peralihan cuaca, puncaknya pada Juni-September. Wirawan sudah meminta para pembudidaya ikan di Batur untuk mempercepat panen sebelum Juni-September.
Sebab, pada bulan-bulan itulah biasanya terjadi perputaran masa air di dasar danau ke permukaan (upwelling).
“Upwelling ini yang membuat ikan mati kekurangan oksigen dan keracunan. Ada kandungan lain pada air yang terbawa dari dasar danau juga sebabkan perubahan warna. Bulan Juni-September itu bisa terjadi upwelling,” kata Wirawan kepada detikBali, Senin (6/1/2023).
Menurut Wirawan, fenomena upwelling menimbulkan dampak pada ekosistem danau. Seperti matinya ikan akibat kekurangan oksigen sampai perubahan warna danau. Perubahan warna air Danau Batur pun terjadi lagi di awal tahun setelah terakhir terjadi pada 2020 lalu.
Meski begitu, ia memastikan fenomena kali ini tidak berdampak signifikan terhadap budidaya ikan yang dilakukan warga setempat. Sebab pada tahun-tahun sebelumnya, fenomena itu menyebabkan ikan-ikan di keramba jaring apung (KJA) Danau Batur mati hingga ribuan ekor.
“Syukur kami monitor, warna air danau sudah mulai normal dan tidak ada dampak ke perikanan,” kata Wirawan.
Menurut Wirawan, Dinas PKP Bangli pernah mengecek kandungan air saat perubahan warna air Danau Batur terjadi pada 2020. Saat itu, ditemukan senyawa kimia pada air akibat air berputar dari dasar ke atas membawa gas beracun.
“Kami rutin mengecek kandungan air minimal 20 kali dalam setahun khusus untuk penyiapan kebutuhan budidaya ikan KJA. Jika ada kasus, monitoring kami tingkatkan,” pungkasnya. (iws/gsp/dtc)
