DENPASAR – Kebijakan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 yang memberikan pilihan bagi mahasiswa S1 atau D4 untuk tidak wajib menulis skripsi sebagai syarat mutlak kelulusan, mendapat respon dari sejumlah akademisi kampus di Bali.
Dekan FKIP Universitas Dwijendra Denpasar, Dr I Ketut Suar Adnyana mengakui kebijakan yang tertuang dalam Permendikbudristek tersebut sangat relevan diaplikasikan dalam dunia kampus masa kini.
“Karena kami melihat tanpa adanya skripsi, masih ada penilaian bagi mahasiswa melalui riset keilmuan yang hadir dalam program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka),” ungkap Suar Adnyana, Senin (4/9/2023).
Kebijakan ini pun menurutnya menjadi jawaban, sebab seringkali dalam penyusunan skripsi banyak mahasiswa terkendala. Hal ini mengakibatkan menjamurnya joki-joki pembuatan skripsi dan juga terjadinya plagiarisme skripsi milik orang lain.
“Meskipun begitu kami mengakui melalui penulisan skripsi, maka seorang mahasiswa dituntut bisa berpikir memecahkan suatu masalah dengan menganalisis data hingga melakukan evaluasi atau disebut analytical thinking, serta menganalisis situasi untuk dapatkan solusi atau logical thinking,” sebutnya.
Lebih lanjut, hal-hal positif yang disebutkan itu bisa mahasiswa dapatkan melalui beberapa prototipe. Seperti tugas akhir ataupun bentuk lainnya sebagai pengganti skripsi. Hanya saja dia menyatakan terkait pengaplikasian peniadaan skripsi belumlah bisa direalisasikan di kampusnya. Karena hal itu, tergantung kebijakan pimpinan dari setiap universitas.
“Tetapi khusus untuk fakultas kami (FKIP) Dwijendra, kami melihat skripsi masih dibutuhkan. Hanya saja kedepannya kami pun sudah sangat siap jika seandainya kebijakan rektor berubah dengan memberikan opsi pilihan kelulusan mahasiswa tanpa skripsi,” tandas doktor ilmu linguistik tersebut.
Disisi lain, menurut akademisi Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, Dr Agustinus Dei mengatakan, jika memang kebijakan lulus tanpa skripsi ini diaplikasikan di kampusnya, maka dia akan mewajibkan setiap mahasiswa melakukakan penelitian atau riset secara mendalam.
“Apalagi di kampus kami banyak meluluskan calon guru, maka dengan penelitian tindakan kelas secara mendalam yang berguna melihat hasil belajar murid, akan menjadi fokus utama,” tutur Agustinus Dei.
Dia juga mengakui, dengan cara melakukan riset, bisa menjadi sebuah sistem kelulusan yang baru bagi para calon sarjana dan pihaknya menghimbau mereka harus mampu beradaptasi.
“Namun kebijakan ini, semuanya kembali kepada pimpinan di kampus kami,” ucapnya.
Seperti diketahui, kebijakan lulus tanpa skripsi bagi mahasiswa telah diluncurkan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam program Merdeka Belajar Episode 26, pada Selasa (29/8/2023) lalu.
Dalam aturan terbaru itu memberikan keleluasaan kepada pemimpin perguruan tinggi, mulai dari rektor, dekan, hingga ketua program studi menentukan tugas akhir yang tepat untuk mahasiswa sebagai pengganti skripsi.
Nantinya tugas akhir bisa berbentuk prototipe, proyek, maupun bentuk sejenis lainnya, yang dapat mahasiswa kerjakan secara individu maupun berkelompok. (Dre)