GIANYAR – Dalam semangat mempererat sinergi antar Bank Perekonomian Rakyat (BPR) serta mendorong kontribusi nyata bagi pemulihan ekonomi Indonesia.
BPR Sukawati Pancakanti (BPR Kanti) menyelenggarakan Seminar Nasional dan Gathering BPR ArisanKU 2025 bertajuk Menjawab Tantangan Kredit dan Mendorong Pemulihan: Strategi BPR Menghadapi Lesunya Kredit dan Antisipasi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
“Kegiatan ini, bertujuan mempererat sinergi antar Bank Perekonomian Rakyat (BPR) serta mendorong kontribusi nyata bagi pemulihan ekonomi Indonesia,” kata Direktur Utama BPR Kanti, Made Arya Amitaba.
Dia menyampaikan bahwa, acara ini tidak sekadar berbagi pengetahuan, tetapi juga menyampaikan pesan moral bahwa BPR mampu menghadirkan inovasi layanan, setara dengan bank umum.
“BPR bisa kok, SDM BPR tidak kalah dengan SDM bank umum. Ini penting untuk mengikis rasa minder SDM BPR yang selama ini sulit mendapatkan talenta berkualitas,” ungkapnya.
Melalui seminar ini, diharapkan BPR dapat menemukan strategi konkret dalam menghadapi tantangan tersebut, terutama dalam hal penyaluran kredit, mitigasi risiko, hingga kesiapan menghadapi penerapan regulasi baru.
Acara yang dihadiri jajaran pengurus Dewan Pengurus Daerah Perbarindo di berbagai provinsi, di antaranya Bali, Sulselbar, Sulutgo, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, serta DPK Perbarindo se-Bali.
Turut hadir sebagai narasumber, Trisno Nugroho, SE, MBA – Former Director of Organization & Strategy Management Bank Indonesia & Staf Ahli Gubernur Bali, Komang Arya Wira Kusuma Atmaja, Regional CEO at PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero) Tbk. Kantor Wilayah 08 (Bali, NTB, NTT) serta Direksi dan Komisaris BPR dari berbagai daerah, seperti Bali, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, NTB, hingga NTT.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa, Program Tabungan ArisanKU, yang kini memasuki usia 18 tahun dan saat ini baru diikuti 111 BPR di 16 provinsi dan tentu akan bertambah lagi , merupakan bukti nyata kolaborasi BPR se-Indonesia dalam membangun kepercayaan masyarakat.
“Tabungan ArisanKU bukan sekadar produk simpanan, tapi simbol kolaborasi dan kepercayaan. Ini produk berbasis kebersamaan, di mana biaya dana serta biaya penyelenggaraannya setara deposito dengan disisihkan untuk hadiah yang diundi bersama,” jelasnya.
Seminar ini juga membahas isu-isu strategis, khususnya lesunya penyaluran kredit di BPR pasca-pandemi Covid-19.
“Krisis pandemi jauh lebih berat bagi BPR dibanding krisis moneter 1997-1998. Kini, kita dihadapkan pada tantangan besar dalam penerapan CKPN yang begitu ketat, padahal nasabah BPR pada dasarnya adalah non-bankable yang justru dilindungi negara lewat BPR dengan lahirnya Pakto 88 ( Paket Kebijakan Oktober Tahun 1988 atau dikenal Gebrakan Soemarlin yang saat itu sebagai Menteri keuangan RI),” ujar Made Arya Amitaba. (WIR)