Minggu, Januari 26, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Diduga Peras Kurir, HRD Mitra Perusahaan Ekspedisi Dipolisikan

DENPASAR – Pihak Human Resource Development (HRD) mitra perusahaan ekspedisi berinisial YI dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Bali. Ia dilaporkan lantaran diduga melakukan tindakan pidana berupa pemerasan terhadap tiga orang kurir di perusahaan.

HRD mitra perusahaan ekspedisi itu dilaporkan oleh kurirnya berinisial IGPYH. Kedatangan kurir tersebut ke Polda Bali bersama dengan dua orang rekannya yang turut diperas bernama NPS dan IPTD serta didampingi oleh penasehat hukum.

“(Yang bersangkutan dilaporkan dengan Pasal) 368 KUHP. Jadi tindak pidana pengancaman pemerasan,” kata penasihat hukum pelapor I Nengah Jimat kepada detikBali di Polda Bali, Senin (5/12/2022).

Jimat mengungkapkan, bahwa kliennya bekerja di salah satu perusahaan jasa pengiriman PT MDS sejak pertengahan September 2022. Mereka awalnya bekerja dengan status freelance dan diupah Rp 3 ribu dalam setiap paket yang dikirim.

Setelah 15 hari kerja, status mereka kemudian diubah menjadi staf dengan janji akan mendapatkan gaji pokok Rp 2,5 juta dan kemudian diberikan fasilitas kesehatan. Mereka juga mendapatkan insentif Rp 500 per paket bila dapat mengirim 75 paket dalam sehari dan Rp 1.000 jika mampu mengirim paket ratusan.

Pada bulan berikutnya yakni dari 1 sampai 24 Oktober 2022, IGPYH sempat libur selama tujuh hari lantaran sakit. Selama kurun waktu itu, IGPYH mengambil uang dari paket cash on delivery (COD). Pengambilan barang digunakan untuk kebutuhan pribadi.

Masih di bulan yang sama yakni pada 27 Oktober 2022, IGPYH dicegat oleh staf PT MDS saat hendak mengirim barang dan dituduh menggelapkan uang dari barang COD. IGPYH bersama rekan kerjanya NPS saat itu sempat mendapatkan ancaman dan upaya kekerasan fisik.

“Mereka kemudian si Putu ini bersama rekan kerjanya bernama NPS memperoleh tindakan yang tidak mengenakan seperti ancaman sempat juga ada kekerasan fisik tetapi tidak kena. Kan coba ditendang tapi tidak kena,” jelasnya.

Kedua kurir itu kemudian digiring ke kantor PT MDS. Lewat manajemennya berinisial AY kemudian menuduh mereka melakukan penggelapan uang barang COD sebesar Rp 155 juta. Setelah dilakukan klarifikasi, tuduhan itu turun menjadi Rp 145 juta.

“Kemudian mereka ini ditekan dengan berbagai ancaman, mulai dari lapor polisi, juga ditantang berduel, akhirnya hari itu mereka diminta kendaraannya. Sepeda motor yang dikendarai oleh NPS itu diambil barang sepeda motornya,” jelas Jimat.

Setelah sepeda motor diambil, mereka kemudian disuruh pulang. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 29 Oktober 2022, mereka disuruh menandatangani surat pernyataan yang intinya para kurir itu menggunakan uang sebesar Rp 105 juta. Nominal ini turun dibandingkan tuduhan sebelumnya 145 juta.

Setelah barang itu diambil kemudian disuruh pulang. Kemudian beberapa hari kemudian di tanggal 29 disuruh mereka menandatangani surat pernyataan bahwa benar mereka menggunakan uang sebesar Rp 105 juta. Dari Rp 145 ke Rp 105.

“Ini juga disuruh ditekan membawa Honda Varionya, disuruh menyerahkan. Kalau nggak saya laporin nih. Nah begitu-begitu polanya,” ungkapnya.

Mereka juga dituduh bersekongkol dan bekerja sama dengan kurir lainnya berinisial IPTD dalam mengambil barang paket milik customer/pelanggan. Karena panik, mereka kemudian menyampaikan kepada keluarga.

Mereka lalu menandatangani surat pengakuan bahwa mereka menggelapkan uang Rp 105 juta. Setelah ditandatangani, manajemen kemudian meminta agar duit Rp 105 juta harus dibayar dalam waktu tiga hari.

“Karena mereka tidak bisa, surat pernyataan ditandatangani mereka tidak diberikan. Akhirnya ada ancaman berbagai macam teror, itu lewat WhatsApp kemudian lewat telepon, bahwa akan mempolisikan mereka dan segala macam,” ungkap Jimat.

Akhirnya pada 9 Oktober mereka, mereka akhirnya berani membuka masalah tersebut kepada pihak keluarga untuk diselesaikan. Pihak keluarga kemudian berembug dan akhirnya patungan dan terkumpul uang Rp 41 juta dan diberikan kepada pihak manajemen.

Usai mereka menyerahkan duit tersebut, pihak manajemen masih terus meminta agar ketiga kurir tersebut bisa melunasi uang tersebut. Ketiga kurir itu kemudian meminta data print out data barang COD yang digelapkan.

“Itu kalau dihitung sementara itu 488 paket. Padahal mereka dari data pengambilan mereka kalau Pak Putu ini mengambil sekitar 22 paket saja, sedangkan teman-teman yang lain 27 sama 32 juga. Jadi total sebenarnya yang mereka ambil bertiga itu sekitar 81 paket. Sedangkan (di data) itu 488 (paket). Kalau ditotal angka mereka mengambil uang hasil penjualan itu bertiga, itu sekitar Rp 11 juta sekian lah. Sedangkan uang mereka sudah bayar Rp 41 juta,” jelasnya.

Karena sudah membayar Rp 41 juta ke perusahaan, para kurir itu kemudian meminta agar sepeda motor mereka dikembalikan. Namun pihak perusahaan enggan memberikan dengan alasan agar seluruh uang yakni Rp 105 juta dikembalikan.

Namun para kurir juga enggan membayar lagi karena menurut perhitungan, uang yang digelapkan oleh ketiga kurir hanya Rp 11 juta lebih. Selain sepeda motor, kartu tanda penduduk (KTP) para kurir juga turut disita sehingga mereka tidak bisa mengakses pekerjaan apapun. Bahkan lagi, para kurir diminta untuk menyerahkan jaminan lain seperti sertifikat tanah.

“Itu salah satu tindakan yang mereka lakukan dengan berbagai macam intimidasi. Bahkan mereka juga sempat menyampaikan kalau bisa tambah sertifikat tanah jaminan atau apa. Mereka tidak bisa, karena mereka tidak merasa menggunakan uang atau mengambil uang hasil COD itu sebesar Rp 105 juta itu,” tutur Jimat.

“Mereka mau mendatangi karena mereka takut karena pada saat itu memang ada kesalahan yang mereka lakukan tetapi tidak senilai itu. Tidak bisa menolak karena ancamannya laporan pidana,” sambungnya.

Bahkan ancaman yang dikeluarkan oleh pihak manajemen yakni membawa-bawa nama polisi berpangkat komisaris besar (Kombes). Tindakan itu dilakukan kepada pihak manajemen saat menelpon kakak dari IGPYH. Dengan kondisi itu, mereka akhirnya merasa tertekan.

“Sehingga dengan kondisi yang sudah tertekan nggak ada pilihan lagi mereka kan. Dan kita melihat ini ada indikasi pemerasan jelas. Ada tindakan kekerasan yang mereka ambil, walaupun itu tidak kena, jadi kekerasan verbal dari berbagai macam ancaman. Kemudian dari keuangan yang mereka ambil tidak segitu jumlahnya, mereka juga sudah bayar melebihi itu,” kata dia.

Akibat hal tersebut, ketiga kurir itu diduga mengalami kerugian sekitar Rp 69 juta sampai Rp 70 juta. Jumlah kerugian itu berasal dari dua sepeda motor yang mereka serahkan serta yang tunai yang kelebihan Rp 29 juta. (nor/dpra/dtc)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER