DENPASAR – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Bali (Kanwil DJP Bali), mencatat perolehan Rp 54,78 miliar, dari Pajak Penghasilan (PPh) melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
“Hingga per 18 Mei 2022, terdapat 734 wakil pajak (WP) yang memanfaatkan PPS dengan jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang dibayarkan sebesar Rp 54,78 miliar, di Kanwil DJP Bali,” kata Kepala Kanwil DJP Bali Anggrah Warsono, di Denpasar, Kamis (19/5/2022).
Dari jumlah tersebut, lanjut Anggrah, terdapat 146 WP yang memanfaatkan kebijakan I dengan PPh yang dibayarkan sebesar Rp 12,09 miliar dan 658 WP yang memanfaatkan kebijakan II dengan PPh yang dibayarkan sebesar Rp 42,69 miliar.
Anggrah Warsono mengingatkan dan mengajak kembali seluruh masyarakat untuk dapat segera memanfaatkan PPS ini, sebelum 30 Juni 2022. Apabila PPS ini berakhir dan masih ada data berupa harta yang belum dilaporkan oleh WP. Maka Direktorat Jenderal Pajak akan menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kegiatan Roadshow PPS ini masih akan berlanjut pada 20 Mei 2022 untuk WP yang terdaftar di KPP Pratama Tabanan, tanggal 25 Mei 2022 untuk WP yang terdaftar di KPP Pratama Singaraja, dan tanggal 31 Mei 2022 untuk WP yang terdaftar di KPP Pratama Gianyar.
“Sosialisasi Program Pengungkapan Sukarela (PPS) ini, sesuai Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomer 7 Tahun 2021 kepada wajib pajak potensial Kanwil DJP Bali,” katanya.
Program yang diberlakukan mulai tanggal 1 Januari sampai 30 Juni 2022 ini memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak (WP) untuk mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan yang dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai pajak penghasilan yang bersifat final.
Sosialisasi ini diselenggarakan mulai tanggal 17 Mei 2022 hingga 31 Mei 2022. Kegiatan sosialisasi tahap pertama pada tanggal 17 s.d. 19 Mei 2022 diadakan di Ruang Denpasar Prime Plaza Sanur untuk WP KPP Madya dan WP yang terdaftar di wilayah Denpasar dan Badung.
Kegiatan sosialisasi ini mengundang 100 WP potensial dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Denpasar pada hari pertama, 100 WP potensial dari KPP Pratama Denpasar Barat dan KPP Pratama Denpasar Timur pada hari kedua, dan 100 WP potensial dari KPP Pratama Badung Utara dan KPP Pratama Badung Selatan pada hari ketiga.
“Mungkin anda pernah simak bahwa setelah Covid-19 melanda dan berpengaruh pada perekonomian Indonesia kemudian terbit Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan dalam Pandemi Covid 19 (selanjutnya menjadi UU No 2 tahun 2020),” katanya.
Dimana aturan terkait defisit keuangan negara yang sebelumnya dipatok tidak boleh melampaui 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) kemudian dilonggarkan boleh lebih dari 3% untuk tahun 2020, 2021 dan 2022. Sementara itu pada tahun anggaran 2023 defisit sudah harus kembali menjadi maksimal 3% PDB, sehingga kemudian kita banyak mendengar berita tentang penambahan utang termasuk dalam bentuk surat utang negara dan sukuk syariah yang juga dibeli oleh warga negara Indonesia, karena faktanya kondisi perekonomian lesu, orang tidak bisa berusaha dan penerimaan pajak juga turun.
Anggrah mengatakan, Tahun 2020 defisit melebar sebesar 5,7% dari PDB dan tahun 2021 defisit menjadi sebesar 4,6% dari PDB. Tahun 2022 defisit diharapkan kurang dari 4,6%, karena tahun 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3% dari PDB.
“Hal ini akan dijadikan pertimbangan dalam mendesain APBN 2023 kembali menuju defisit dibawah 3 persen,” kata Anggrah.
Oleh karena terbit Undang-undang Nomer 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Undang undang Nomer 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan untuk mempemudah pelaksanaan administrasi perpajakan sehingga tercermin keadilan bagi wajib pajak dengan memberikan semangat kemudahan, kesederhanaan dan less cost compliance.(WIR)