Sabtu, Desember 14, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Festival Kemerdekaan Perempuan Indonesia Jadi Wadah Perjuangan

DENPASAR – Festival Kemerdekaan Perempuan Indonesia, jadu wadah perjuangan Perempuan, Disabilitas dan Kelompok Marjinal Merdeka, untuk Indonesia Terus Melaju, serentak.

Kegiatan dipusatkan di Kantor Yayasan Bali Sruti Denpasar, Kamis (17/8/2023) itu, digelar Institut KAPAL Perempuan, KPS2K Jawa Timur, LPSDM NTB, YKPM Sulsel, PEKA-PM NTT, PBT

Padang, BAKUMDIK Banten, Balisruti Bali, LBH Perempuan dan Anak Morotai, bertepatan dengan Peringati HUT ke-78 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.

“Sekarang, tugas kita untuk mengisi kemerdekaan. Tentu tidak gampang,” kata Ketua Bali Sruti Luh Riniti Rahayu.

Aktivis perempuan sekaligus akademisi ini mengatakan, kegiatan ini elibatkan Inklusi, HWDI, Universitas Ngurah Rai, Dinas Sosial Kota Denpasar, Polda Bali, Sekolah Perempuan Srikandi DPKJ dan Kartini DPKN, serta stakeholder lain.

Dia menegaskan, yayasan yang dipimpinnya adalah wadah perjuangan bagi kaum marjinal atau kelompok rentan menjadi sasaran kekerasan seksual.

Untuk itu, pihaknya menggemakan ikrar bersama untuk merdeka dari segala bentuk kekerasan, khususnya seksual. Menurut Riniti, para Pahlawan Bangsa telah mengantarkan bangsa ini di pintu gerbang kemerdekaan.

Perjuangan generasi pasca-kemerdekaan tetap berlanjut melawan penjajah model baru, seperti kekerasan, kebodohan, kemiskinan, dampak negatif teknologi hingga penyalahgunaan narkoba. Semua itu wajib ditumpas.

“Khusus untuk merdeka dari kekerasan seksual, syukur sudah disahkan UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), setelah 77 tahun kita merdeka. Undang-undang ini diharapkan menjadi jalan merdeka dari kekerasan seksual,” jelas Riniti.

Kasubdit IV Ditreskrimum Bagian Perlindungan Perempuan dan Anak Polda Bali AKBP Kompyang Srinadi, menambahkan, tanda-tanda kemerdekaan perempuan Indonesia merdeka dari kekerasan seksual tampak dari keberanian”speak up” terhadap apa yang dialaminya.

Salah satu indikatornya dengan melihat banyaknya kasus yang masuk di mejanya. “Saya apresiasi dan ajak perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual untuk berani speak up, bicara bahkan lapor,” kata Kompyang Srinadi.

Sebagai wujud nyata, Kompyang Srinadi, beberapa kali turun bersama LSM Bali Sruti memberikan edukasi ke masyarakat di akar rumput. Bahkan pihaknya menyambut baik keberadaan Sekolah Perempuan Srikandi di Desa Dauh Puri Kaja dan Kartini di Dauh Puri Kangin, sebagai mitra kepolisian dalam mencegah atau menginformasikan terjadinya kasus di lingkungan masing-masing.

Senada, Kabag Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial Kota Denpasar, AA Ayu Diah Purnawati, mendukung penuh deklarasi ikrar perempuan merdeka dari kekerasan seksual, mengingat tren kasus selalu meningkat tiap tahunnya, khususnya di Denpasar.

Ayu Diah juga prihatin atas fenomena anak-anak yang bersentuhan dengan urusan seksual. Ia menduga, faktor pesatnya media sosial menjadi salah satu pemicu utama, selain minimnya perhatian orangtua dan faktor lingkungan.

Hut ke-78 RI diharapkan menjadi tonggak sejarah memerdekakan perempuan seutuhnya. “Apalagi yang diwadahi adalah kaum-kaum rentan terhadap kekerasan, salah satunya disabilitas. Kami pastinya mendukung,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Himpunan Wanita Disabilitas (HWDI) Provinsi Bali Ni Ketut Lili Astiti, mengaku senang karena semakin banyak pihak yang mewadahi anggota WHDI dalam pemberdayaan.

Hal ini menurutnya, memandakan bahwa wanita disabilitas pun punya hak yang sama berkontribusi dalam pembangunan bangsa untuk mengisi kemerdekaan.

Kesempatan itu juga dijadikan ajang menjalin kerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Ngurah Rai untuk program kerja ke depan. Saat ini, Lili mengaku sedang fokus membentuk DPC di Kabupaten Buleleng dan Klungkung untuk mewadahi anggotanya.(ENDG)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER