Senin, April 21, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ironi Ratusan Siswa SMP di Pulau Dewata Belum Bisa Membaca

BULELENG  – Penyelenggaraan pendidikan di Pulau Dewata menyisakan ironi. Ratusan siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng, Bali, ternyata belum bisa membaca dengan lancar.

Ketua Dewan Pendidikan Buleleng I Made Sedana membeberkan data yang dihimpun Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Buleleng menunjukkan sekitar 400-an siswa SMP di daerah itu mengalami kesulitan membaca. Ratusan siswa tersebut berasal dari puluhan sekolah di Gumi Panji Sakti, sebutan Buleleng.

“Angkanya mengejutkan, ada 400-an anak yang tidak bisa membaca dengan lancar, artinya masih mengeja,” ujar Sedana, Rabu (9/4/2025).

TERSEBAR DI 60 SMP DI BULELENG

Ratusan siswa yang belum lancar membaca dan menulis itu tersebar di 60 SMP di seluruh Buleleng. Menurut data MKKSSMP Buleleng, terbanyak berada di SMPN 1 Seririt, yakni sebanyak 22 siswa belum lancar membaca.

Kemudian, di SMPN 2 Banjar dan SMPN 1 Sawan masing-masing 20 siswa belum lancar membaca. Sementara, di SMPN 3 Sawan sebanyak 18 siswa belum lancar membaca.

“Tidak selayaknya anak SMP yang membaca sudah tidak menjadi persoalan,” imbuh Sedana.

Mirisnya, siswa yang belum lancar membaca ternyata tidak hanya mereka yang duduk di kelas 7 SMP. Namun, ada pula yang duduk di kelas 8 dan 9.

Bahkan, di SMPN 4 Gerokgak ada lima siswa kelas 9 yang tak lancar membaca. Sementara, di SMPN 1 Gerokgak lebih banyak lagi, yakni enam siswa kelas 9 belum lancar membaca.

DAMPAK KEBIJAKAN NAIK KELAS OTOMATIS

Ketua Dewan Pendidikan Buleleng I Made Sedana ditemui Rabu (9/4/2025).Ketua Dewan Pendidikan Buleleng I Made Sedana ditemui Rabu (9/4/2025). (Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali)

Sedana menjelaskan fenomena siswa SMP tidak bisa membaca itu bisa terjadi merupakan dampak kebijakan naik kelas otomatis. Kebijakan itu diterapkan tanpa mengukur kompetensi dasar siswa.

Ia menyebut konsep pembelajaran tuntas yang menyebabkan siswa tetap naik kelas itu dipahami secara keliru. Walhasil, lulusan sekolah dasar (SD) yang belum menguasai kemampuan dasar seperti membaca justru memindahkan beban pendidikan dasar ke jenjang SMP.

“Kalau dicermati, program tuntas itu implementasinya tuntaskan mereka, baru naikkan. (Jadi ini) seperti memindahkan persoalan dari SD ke SMP,” kata Sedana.

Selain itu, Sedana menjelaskan tidak menutup kemungkinan persoalan ini terjadi karena faktor lain seperti disleksia, pembelajaran berdiferensiasi yang belum diimplementasikan dengan baik, hingga kurangnya keterlibatan tripusat pendidikan.

Tripusat pendidikan atau tiga pusat pendidikan yang dimaksud Sedana yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Konsep pendidikan tersebut dipopulerkan oleh Ki Hajar Dewantara.

“Ekosistem tripusat pendidikan harus berjalan dengan baik, sehingga masyarakat menyadari bahwa pendidikan anak itu tanggung jawab yang utama,” imbuh Sedana.

EVALUASI

Sedana mengusulkan beberapa solusi untuk menyelesaikan persoalan siswa tidak bisa membaca itu. Antara lain, pemetaan kemampuan siswa sejak SD, pembentukan kelas khusus bagi siswa yang memiliki kemampuan belajar lambat, optimalisasi pelatihan guru, hingga deteksi dini disleksia.

Sebagai solusi jangka panjang, Dewan Pendidikan Buleleng juga mendorong evaluasi ulang terhadap kebijakan naik kelas otomatis. “Masalah ini bukan hanya di SMP, tapi berakar dari SD. Harus diperbaiki dari hulu. Jangan biarkan SMP menanggung beban pembelajaran dasar yang belum tuntas,” pungkasnya. (DTC/SB)

Berikut sebaran siswa SMP yang belum lancar membaca di Buleleng:

1.SMPN 1 Seririt: 22 orang

  1. SMP Negeri 4 Sukasada: 8 orang
  2. SMP Negeri Satu Atap 2 Kubutambahan: 1 orang
  3. SMPN Busungbiu: 3 orang
  4. SMPN 2 Banjar: 20 orang
  5. SMPN Satu Atap 2 Banjar: 1 orang
  6. SMPN 4 Sawan: 8 orang
  7. SMPN 2 Seririt: 7 orang
  8. SMPN 1 Sukasada: 7 orang
  9. SMP Negeri Satu Atap 1 Kubutambahan: 6 orang
  10. SMP Negeri 2 Gerokgak: 14 orang
  11. SMP Negeri Satu Atap 1 Gerokgak: 3 orang
  12. SMP Budhi Luhur Sudaji: 6 orang
  13. SMPN Satu Atap 3 Sukasada: 4 orang
  14. SMP Negeri Satu Atap 3 Kubutambahan: 4 orang
  15. SMP Negeri 5 Kubutambahan: 6 orang
  16. SMP Negeri 4 Kubutambahan: 13 orang
  17. SMP Negeri Satu Atap 2 Sukasada: 3 orang
  18. SMPN 4 Gerokgak: 7 orang
  19. SMPN 3 Seririt: 1 orang
  20. SMPN 1 Gerokgak: 16 orang
  21. SMPN 3 Sukasada: 2 orang
  22. SMP Negeri 4 Singaraja: 3 orang
  23. SMPN 2 Sukasada: 3 orang
  24. SMP Mutiara: 1 orang
  25. SMPN 2 Busungbiu: 5 orang
  26. SMPN 1 Busungbiu: 10 orang
  27. SMPN 1 Banjar: 6 orang
  28. SMPN 5 Busungbiu: 1 Orang
  29. SMPN 6 Tejakula: 9 orang
  30. SMPN 5 Tejakula: 1 orang
  31. SMP PGRI 2 Buleleng: 1 orang
  32. SMPN 5 Gerokgak: 15 orang
  33. SMPN 2 Sawan: 11 Orang
  34. SMPN 4 Seririt: 9 Orang
  35. SMPN 3 Tejakula: 5 orang
  36. SMPN 1 Tejakula: 3 orang
  37. SMPN 2 Kubutambahan: 5 orang
  38. SMP Lab Undiksha: 3 orang
  39. SMPN 5 Singaraja: 14 orang
  40. SMP Nusa Dua Gerokgak: 2 orang
  41. SMPN 3 Banjar: 2 orang
  42. SMPN 2 Tejakula: 3 orang
  43. SMPN 3 Gerokgak: 9 orang
  1. SMPN 3 Singaraja: 6 orang
  2. SMP Maya Seririt: 3 orang
  3. SMP Muhammadiyah 2 Singaraja: 1 orang
  4. SMPN 4 Tejakula: 8 orang
  5. SMPN 6 Gerokgak: 7 orang
  6. SMPN Satu Atap 1 Banjar: 4 orang

51 .SMPN 6 Singaraja: 7 orang

  1. SMPN 2 Singaraja: 10 orang
  2. SMPN 1 Kubutambahan: 12 orang
  3. SMP Ayodhya Pura Selat: 4 orang
  4. SMPN 1 Sawan: 20 orang
  5. SMPN 3 Sawan: 18 Orang
  6. SMPN 7 Singaraja: 6 orang
  7. SMPN 4 Banjar: 3 orang
  8. SMPN Satu Atap 1 Sawan: 6 orang
  9. SMPN 3 Kubutambahan: 4 orang.

 

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER