JAKARTA – Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud bersama Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Amin (Anies-Muhaimin) menemukan indikasi kuat politisasi Bantuan Sosial (Bansos) terkait Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Hal itu, diungkapkan juru bicara (Jubir) TPN Ganjar-Mahfud, Deddy Sitorus.
Deddy mengatakan, saat ini tim khusus yang dibentuk TPN Ganjar-Mahfud untuk mencari bukti-bukti terkait pelanggaran dan kecurangan Pemilu 2024 sudah menemukan sejumlah indikasi kuat yang dapat menjadi dasar pengajuan hak angket di DPR. Salah satunya terkait penyaluran bansos El Nino yang jumlah penerimanya bertambah melampaui data Kementerian Sosial (Kemensos), bahkan disertai amplop di dalam kantong bansos.
“Menurut data yang ada Kemensos penerima bansos itu sekitar 18 juta sampai 20 juta warga miskin, tapi untuk Bansos El Nino penerimanya hampir 50 juta orang,” kata Deddy kepada wartawan, Jumat (1/3/2024).
Deddy menyebut, politisasi bansos terkait Pemilu 2024 layak diselidiki untuk mengungkap kebenarannya. Ia menekankan, hal itu hanya bisa diproses melalui hak angket di DPR.
Pasalnya, anggaran dan penyaluran bansos berkaitan dengan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Bansos itu ada kaitannya dengan UU APBN dan ini hanya bisa diproses di Hak Angket DPR, bukan Mahkamah Konstitusi,” ucap Deddy.
“Melalui hak angket DPR, berbagai pertanyaan mengenai kejanggalan anggaran dan penyaluran bansos dapat diselidiki, antara lain bolehkah yang namanya untuk bansos itu diperpanjang padahal sudah lewat masa El Nino?,” sambungnya.
Pernyataan senada juga disampaikan Jubir Pemenangan Amin, Pipin Sophian. Menurutnya, ada sejumlah temuan yang menunjukkan intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku kepala negara dan kepala pemerintahan dalam politisasi bansos.
Pertama, pemerintah menyampaikan bansos ini untuk bantuan El Nino. Kenyataannya El Nino di tahun 2015 lebih panjang dan lebih meluas dampaknya dibandingkan pada tahun 2023 yang hanya berlangsung sekitar 2-3 bulan.
“Tapi anggaran bansos di tahun 2015 tidak sebesar tahun 2023 yang bahkan diperpanjang sampai pertengahan 2024,” ujar Pipin.
Kedua, kantong bansos yang dibagikan di wilayah Jakarta warnanya biru sama dengan kaos kampanye pasangan capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Ketiga, di dalam kantong Bansos ada amplop dengan nilai sebesar Rp 300.000, yang ternyata sama di temuannya di sejumlah daerah pemilihan (dapil).
“Saya juga kaget kok ada amplop dan nilainya bisa sama di dapil saya (Jabar VII) dan dapil mas Deddy (Kalimantan Utara). Inilah yang kita bangun komunikasi agar ini diproses melalui hak angket, bukan MK,” ungkap Pipin.
Keempat, penyaluran Bansos El Nino tidak melibatkan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini, padahal Kemensos yang memiliki data terkait keluarga miskin atau penerima manfaat yang layak mendapat bansos.
“Persoalannya ketika tidak melibatkan Mensos, datanya Kementerian Sosial tidak digunakan, lalu menggunakan data siapa?” urai Pipin.
Terkait dengan berbagai temuan mengenai kejanggalan penyaluran bansos tersebut, Tim Pemenangan Amin menilai hal ini perlu diusut agar rakyat mengetahui tentang berbagai kejanggalan terkait penyelenggaraan pemilu secara terbuka.
“Rakyat perlu mengetahui tentang masalah ini, pertanyaan-pertanyaan atas kejanggalan ini, dan itu sebabnya perlu hak angket sebagai forum terbuka yang lebih transparan sangat tepat untuk membuka hal ini,” pungkas Pipin. (JP/SB)