DENPASAR – Dinas Pariwisata Kabupaten Badung menemukan lebih dari 80 usaha pariwisata yang terindikasi ilegal. Puluhan usaha pariwisata yang terdiri dari spa, vila, hingga restoran itu membuat Bali merugi.
“Jadi jumlah itu sudah (terdata). Kami lakukan pembinaan bersama asosiasi wisata. Namun, terkait dengan eksekusi penindakan ada kewenangan. Kami sampaikan ke pimpinan untuk selanjutnya penegakan oleh penegak Perda (Satpol PP),” kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung I Nyoman Rudiartha, Rabu (31/5/2023).
Rudiartha meyakini fakta di lapangan bisa jadi lebih banyak dari yang terdata. Karena itu, ia akan terus memantau dengan melibatkan asosiasi seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Bali Vila Association (BVA), dan Bali Spa and Wellness Association (BSWA).
“Seperti yang disampaikan Pak Gubernur (Wayan Koster), banyak vila yang tanpa izin. Di sana letak wisatawan kebanyakan tinggal dan itu merugikan,” katanya.
Meski begitu, Rudiartha belum bisa memastikan potensi kerugian akibat banyaknya vila ilegal. Ia berharap semua pelaku wisata beroperasi sesuai regulasi.
Gubernur Bali Wayan Koster menyebut Bali rugi besar akibat maraknya vila ilegal. Ia mengeklaim sekitar 30 persen vila di Pulau Dewata tak mengantongi izin. Lantaran tidak terdata, para pemilik vila tersebut tidak membayar pajak.
“Banyak vila ilegal di Bali, terutama homestay. Wisatawan banyak yang menginap di situ dan itu tidak dikenakan pajak hotel restoran, sehingga sebenarnya itu merugikan Bali,” ungkap Koster saat jumpa pers di Kantor Gubernur Bali, Rabu (31/5/2023).
Hanya saja, Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng, itu belum bisa menyebutkan jumlah kerugiannya. Ia menugaskan bupati/wali kota agar melaksanakan operasi penertiban terhadap pelaku usaha vila ilegal.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengamini pernyataan Koster. Menurutnya, vila-vila liar itu banyak dipromosikan secara online.
“Saya pernah mendata, di Dinas Pariwisata datanya beda dengan Dinas Perizinan. Dinas Perizinan beda juga dengan Dinas Pendapatan. Karena pendapatan itu yang penting mereka bayar pajak walaupun nggak punya izin punya NPWP itu penting buat mereka, nah itu yang terjadi,” jelas Rai.
Rai berharap pemerintah, pelaku industri pariwisata, dan masyarakat bisa berkolaborasi. Menurutnya, pemerintah desa bisa dilibatkan mendata vila-vila tersebut.
“Kami akan dorong terus dan mengupayakan agar mereka masuk anggota asosiasi. Kan sudah ada Bali Villa Association. Tapi kalau dia memang mau masuk ke PHRI juga tidak masalah,” tandasnya. (iws/gsp/dtc)