Catatan: Valerian Libert Wangge
Sebuah buku berjudul, Pelita Bagi Kakiku menarik untuk diungkap ikhwal kehadirannya, juga jadi tool’s untuk menyelami gairah pribadi sang penulis. Bisa dikatakan, badai Covid19 yang melanda dunia pada akhir 2019 menjadi triger sekaligus challenges. Pandemi rupanya menjadi medium terbaik untuk melatih diri menjadi sosok konsisten
Buku setebal 190 halaman, terbitan Panakom Publishing Denpasar ini tengah menuju fase cetakan kedua. Cetakan pertama awal tahun 2022 yang lalu. Ini buku karya, Lukas Banu, seorang pengusaha muda dan pegiat hukum, yang memiliki passion yang kuat dalam dunia pemberdayaan sosial. Catatan ini, sebuah kado kecil untuk penulis, yang lahir di Kota Singaraja, tanggal 30 Maret 1979. Hari ini beliau berulang tahun.
Terdapat 179 qoutes dalam buku Pelita Bagi Kakiku, yang rasanya tepat untuk dijadikan teman disaat lengang. Ini memang bukan buku yang serius, tapi bisa menjadi sangat serius, jika pembaca ingin menyelaminya lebih jauh. Sekilas membaca pengantar, dengan lugas, suami dari Bu Titik dan Ayah dari Levi, Abigail dan Pinehas ini, mengungkapkan, quotes-quotes yang terbentang dalam bukunya, lahir melalui proses meditasi, selama kurun waktu 2 tahun, tepatnya sejak pandemi Covid mengepung kita. Setiap quotes tumbuh saat subuh hari menjelang pagi.
Keadaan mungkin membuat kita ragu tetapi bangunlah tekad dan buanglah segala ketakutan serta kebimbangan. Miliki keteguhan hati dalam melangkah mengarungi musim yang baru. Percayalah bahwa Tuhan akan menyertai kita melewati semua rintangan dengan pertolonganNya (Hal 1)
Umumnya manusia kerap terjebak dalam keadaan tertentu yang membuat kita bimbang dan ragu untuk berbuat dan tidak melakukan sesuatu. Ironinya, justru para peragu yang paling sering melafaskan doa. Pertanyaannya, jika kita percaya pada Allah, mengapa mesti ada kebimbangan?
Memang tidak mudah menjadi pribadi yang konsisten untuk menulis setiap subuh, apalagi untuk diteruskan. Tidak semua orang bisa saja menulis, namun belum tentu tulisan tersebut bersandar atas keyakinan personal dan selanjutnya bisa diterima pembaca. Tetapi yakinilah, tulisan yang berenergi baik, punya kekuatan untuk mengubah sesuatu.
Bagi saya, dalam kondisi ini penulis, berhasil memanfaatkan waktu luangnya untuk melahirkan karya yang produktif. Ini persis seperti yang juga dikatakannya,
“Waktu adalah sesuatu yang tidak akan pernah kembali jika sudah lewat. Demikian singkatnya hidup ini bahkan kita tidak tahu kapan maut menjemput kita. Oleh karena itu bijaksanalah mengisi hidup kita dengan sesuatu yang bernilai. Buat hidup kita memiliki arti dengan melakukan segala sesuatu sesuai dengaan fungsi dan peran kita baik dalam keluarga dan komunitas kita. Sehingga ketika waktunya tiba kita bisa berkata, “sudah selesai”. (Hal 59).
Membuka lembar demi lembar, mata pembaca akan berjumpa dengan sejumlah quotes bijak. Ada sebait kalimat yang membuat saya tergelitik, “Setiap tindakan dan perkataan kita memiliki konsekuensi, entah itu baik ataupun tidak baik. Oleh karena itu bijaksanalah dalam berkata-kata dan juga bertindak supaya senantiasa hidup kita menuai yang baik sampai ke anak cucu kita” (Hal 89)
Dilanjutkan, Perkataan kita bisa membunuh dan juga bisa membangkitkan. Gunakanlah setiap kata-kata kita untuk membangun orang lain. Baik melalui ucapan salam, nasehat serta motivasi (Hal 98).
Dua ujaran ini mengingatkan kita pada apa yang sering disebut kuasa kata. Perkataan yang baik kerap menarik energi yang baik, untuk datang memeluk kita, sebaliknya perkataan yang buruk juga akan memperlakukan kita dengan hal serupa. Sering kita tidak menyadari hal ini, sehingga acapkali makian dan sumpah serapah menjadi bagian dari hari-hari.
Penulis juga mengatakan, Keberhasilan seseorang ditentukan dari sikap hati yang diikuti dengan tindakan nyata. Mulai dari mimpi dan rencana lalu kemudian dilanjutkan dengan perbuatan untuk merealisasikan. Pada saat kita konsisten melakukannya maka kelimpahan akan kita peroleh.Ingatlah bahwa keberhasilan tidak akan datang bila kita menunggunya tetapi kita harus datang menjemputnya. (Hal 104).
Lukas Banu meyakini bahwa kunci keberhasilan itu bersumber dari sikap hati yang diikuti tindakan. Sebuah rencana tanpa tindakan adalah angan-angan semu, sebuah tindakan tanpa sikap konsistensi tak akan ada kelimpahan.
Saya pun teringat dengan sebuah pendekatan apreciative inquiri, yang mengarahkan setiap orang atau komunitas untuk mengedepankan mindset positif, dengan terlebih dahulu menelusuri pengalaman terbaiknya,lalu tegas menyatakan impiannya, dituangkan dalam seperangkat rencana lalu konsisten berproses menuju titik tujuan akhir.
Buku dengan sampul menarik ini ditutup dengan quotes, “Seringkali kenyamanan dapat membuat kita terlena dan lupa bahwa semuanya adalah anugerah dan kebaikan dari Tuhan buat kita. Oleh karena itu, tetaplah menginjak bumi atau sadar bahwa dibalik keberhasilan kita ada campur tangan Sang Pencipta. (Hal 179)
Memang bukan sebuah kebetulan jika hari ini penulis merayakan ulang tahunnya ke 43, usia yang sudah matang dan dewasa. Meski terkadang ukuran kedewasaan tidak melulu karena usia. Hari inipun umat Hindhu di Bali merayakan Pagerwesi. Hari yang dipercaya baik untuk mendekatkan Atman kepada Brahman sebagai guru sejati. Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan “pager besi” untuk melindungi hidup kita di dunia ini.
Esensi Pagerwesi itu adalah memuja Tuhan sebagai guru yang sejati. Memuja berarti menyerahkan diri, menghormati, memohon, memuji dan memusatkan diri. Ini berarti kita harus menyerahkan kebodohan kita pada Tuhan agar beliau sebagai guru sejati dapat mengisi kita dengan kesucian dan pengetahuan sejati.
Kiranya spirit dari buku Pelita Bagi Kakiku tak jauh berbeda dari apa yang menjadi esensi dari makna Saraswati sebelumnya dan hari raya Pagerwesi hari ini. Akhir kata, saya atas nama PT.Siaran Bali Terpercaya, perusahan yang menaungi Koran Digital Siaran Bali mengucapkan selamat ulang tahun Lukas Banu, SH,MH, Penulis Buku Pelita Bagi Kakiku, Komisaris Utama PT.Siaran Bali Terpercaya. **