DENPASAR – Peluncuran Hotline Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA 129), di Gedung Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, Kamis (5/10/2023), diharapkan menghentikan kekerasan pada perempuan dan anak. Serta, menciptakan masyarakat yang aman, adil, dan berkeadilan.
Layanan ini, diluncurkan Dinas Sosial P3A Provinsi Bali bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI, dimana SAPA 129 ini merupakan contact center untuk mengakomodir pengaduan masyarakat (kasus perempuan dan anak) dengan akses telepon 129.
“Berdasarkan data dari Simfoni PPA, selama tahun 2022 telah terjadi 516 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terlapor di Provinsi Bali. Baik kekerasan fisik, psikologis, maupun kekerasan seksual,” kata Staf Ahli Gubernur Bali Bidang PMK Made Sudarsana, pada acara Aktivasi Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Terintegrasi.
Di mengatakan bahwa, kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan masalah serius yang harus segera mendapatkan penanganan. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tidak terlapor seperti fenomena gunung es, yang semakin hari semakin banyak.
Stigma, budaya patriarki yang kuat, rasa takut, malu, ketidakpercayaan terhadap sistem hukum dan sistem perlindungan merupakan beberapa penyebab tidak dilaporkannya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Hal ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dapat ditolerir. Oleh karena itu, pemerintah memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk melindungi perempuan dan anak-anak dari segala bentuk kekerasan.
“Masih adanya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang tidak terlapor membuat kita sebagai pelayan publik, harus menyediakan kanal pengaduan, berupa call center guna mempercepat penanganan kasus kekerasan. Layanan SAPA 129 yang diluncurkan hari ini adalah alat yang penting dalam upaya untuk memberikan perlindungan kepada mereka yang membutuhkan. Melalui kanal ini, perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan dapat dengan aman, rahasia, dan tanpa takut melaporkan kejadian yang mereka alami,” katanya.
Layanan SAPA 129 ini bukanlah solusi akhir. Ini adalah langkah awal yang perlu diikuti dengan upaya lebih lanjut antara lain yang pertama dengan Meningkatkan Kesadaran, dimana Pemprov akan bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah, lembaga pendidikan, dan media untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, serta pentingnya melaporkannya.
Kedua Upaya Pencegahan, yang dilakukan dengan cara meluncurkan program-program pencegahan yang bertujuan mengurangi faktor risiko yang dapat menyebabkan kekerasan, seperti pendidikan tentang hubungan yang sehat dan peningkatan kesadaran gender, dan yang terakhir. Ketiga yaitu Kerja Sama Lintas-Sektor, dengan cara melakukan kerja sama dengan lembaga perlindungan anak dan perempuan, aparat kepolisian, dan sistem peradilan untuk memastikan setiap kasus ditangani dengan profesional dan adil.
Untuk itu, diharapkan semua pihak untuk bersatu dalam upaya ini. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tugas kita semua sebagai masyarakat.
Sementara itu, Plt. Deputi Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus KemenPPPA Lanny Ritonga menyampaikan bahwa Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021 dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 menunjukkan masih terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik itu kekerasan fisik, psikis, seksual, maupun bentuk kekerasan lainnya.
“Terkait kasus yang terlaporkan, data yang dapat dicatat oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada tahun 2022, sebanyak 11.538 perempuan dan 17.641 anak telah menjadi korban kekerasan. Angka kekerasan adalah fenomena gunung es, yang artinya kasus yang terjadi di lapangan sebenarnya jauh lebih banyak/tinggi dari kasus yang terlaporkan,” ujarnya.
Untuk itu dalam upaya mendekatkan layanan perempuan dan anak kepada masyarakat, maka KemenPPPA bekerjasama dengan berbagai pihak terkait menyelenggarakan pengembangan dan integrasi layanan SAPA 129 dalam aspek sistem, teknologi, SDM, dan sarana prasarana baik di tingkat pusat maupun daerah. SAPA 129 merupakan contact center pengaduan khusus perempuan dan anak yang dapat diakses oleh masyarakat, kapanpun dan dimanapun. Masyarakat dapat melaporkan peristiwa kekerasan yang dilihat atau dialami melalui telepon hotline 129 maupun WhatsApp ke nomor 08111-129-129.
Selain itu, masyarakat juga dapat menghubungi SAPA 129 apabila memerlukan informasi terkait permasalahan perempuan dan anak. Dengan demikian, SAPA 129 ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi masyarakat ketika mengalami, melihat, atau ingin mengakses informasi seputar kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Adanya SAPA 129 di setiap provinsi ini diharapkan dapat mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan perempuan dan anak dan mempercepat penanganan, karena pelapor akan terhubung dengan petugas di wilayah masing-masing,” kata Lanny.
Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan Penyerahan Bantuan Spesifik bagi Perempuan dan/atau Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus dan Talkshow dengan tema ‘Praktik Baik Layanan Pengaduan Melalui SAPA 129 Terintegrasi’ dengan narasumber Kepala Dinas Sosial P3A Provinsi Bali dan Perwakilan PT Telekomunikasi Indonesia.(WIR)